Bantuan donasi untuk Palestina ibarat seteguk air minum untuk saudara kita yang kepayahan, yang dipermainkan zionis, yang dikelabui zionis.
Tapi jika ingat peristiwa mereka mengirim bantuan saat negeri ini tertimpa bencana, maka itu menjadi tanda bahwa mereka membutuhkan sesuatu yang lebih besar dari sekedar donasi. Yakni persatuan bangsa ini agar menjadi negara yang kuat dan disegani, sehingga politik luar negerinya berarti dan memberi kepastian akan nasib Palestina.
Bung Karno sudah menegaskan itu. Tapi mengapa umat Islam Indonesia terus menerus bertikai sesama mereka. Apa bersatu dan menjadi negara besar dipandang lebih remeh dari pada membesar-besarkan bantuan materi yang tak seberapa, dibandingkan dengan penindasan zionis yang sudah direncanakan secara berkala itu untuk menghancurkan hati penduduk Palestina.
Semoga sembari kita mengirim donasi, terucap pula tekad untuk bersatu menjadi bangsa besar di Timur Jauh ini. Karena Palestina tidak bisa lagi menunggu lebih lama. Saudaranya sesama Arab kini lebih sibuk membangun menara dan memuja Paman Sam. Palestina juga tak bisa berharap banyak dari DK PBB yang tak lain adalah negara bandit raksasa di masa lalunya.
Saddam Husein telah wafat, Muammar Qadafi telah wafat, Bashar al Asad kini sibuk dengan urusan kekuasaannya sendiri, Iran sibuk berhantaman dengan Saudi, Afghanistan dan Pakistan, mereka dibayang-bayangi perang saudara di dalamnya. Muslim Eropa & Amerika, mereka masih harus bertaruh jiwa raga meyakinkan saudara senegaranya bahwa mereka bukan teroris.
Lha kita di sini ngapain? Masih ribut terus soal warung makan, soal pemerintah yang anu macam itu, atau malah ribut soal ransum yang diserap dari ormas, parpol atau perkumpulan materialisme. Palestina membutuhkan donasi kita, maka sisihkan sebagian rezeki kita. Tapi Palestina jauh lebih membutuhkan persatuan kita, maka bisakah kita berhenti bertikai?
Ngawen, 18 Juni 2016