Supremasi yang berjalan di negara kita kan bukan hukum, tapi kapital. Meskipun amanat konstitusinya bilang ini negara hukum, pada praktiknya tidak demikian.

Coba deh lihat di semua aspek, yang berlaku adalah siapa yang bermodal ia yang berkuasa. Dari yang paling puncak dulu, para politisi yang berkuasa, siapa yang membackup? Rakyat? Bukan lah. Para pemodal. Rakyat tugasnya cuma formalitas nyoblos di pemilu.

Di lembaga-lembaga pelaksana teknis juga demikian. Misalnya mengapa kementerian pertanian rajin impor? Ya karena impor lebih efisien dan menguntungkan ketimbang susah payah memajukan pertanian. Mengapa lebih banyak dibangun jalan tol ketimbang membangun konektivitas udara, laut, dan kereta api? Sebab proyek jalan tol lebih menguntungkan dalam waktu yang lebih cepat.

Bagi para buruh yang bekerja di sektor yang kapitalnya tinggi, umumnya sejahtera. Bekerja di BUMN karya, media televisi, hingga jadi makelar para politisi pasti duitnya banyak. Tapi jadi guru, apalagi guru wiyata bakti, ya rempong. Mengapa? Karena sektor pendidikan di tingkat dasar itu kering secara kapital. Meskipun APBN mencanangkan 20% uang itu habis untuk proyek-proyek UN, pelatihan, sertifikasi guru (terutama PNS), dan porsinya lebih banyak diserap pendidikan tingkat atas dan perguruan tinggi.

Bagaimana dengan petani? Jangan tanya lagi. Pilu dah membayangkan nasib mereka. Para pengusaha level mikro ini harus megap-megap di tangan kartel tengkulak yang menindas mereka dengan menentukan harga beli hasil panen sesukanya. Itulah supremasi kapital yang berjalan di negeri kita. Kalau kita kere, nggak punya kapital, maka nggak ada harganya. Jadi, masih berharap para politisi mengabdi pada rakyat? Apa rakyat sudah urunan kayak naga-naga yang kini satu per satu sudah transfer ke kantong bendahara timsesnya? Urunane rakyat arep sepira?

Dalam supremasi kapital, kalau nggak bekerja di tempat yang banyak kapitalnya ya nggak bisa tumbuh. Jadi, bagaimana kita berharap pada pendidikan yang bagus, wong itu nggak menguntungkan secara kapital. Kalau anak-anak jadi bermoral dan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, kapitalisme terancam kan. Kapitalis mana yang mau membiarkan pendidikan berjalan ideal?

Surakarta, 12 Januari 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.