Siapa pun presidennya nanti, perhatikan siapa yang di sekeliling lingkaran kekuasaannya. Itulah yang akan memainkan situasi negeri kita, kalau kita hanya jadi kaum cebong dan kampret yang tahunya memuja muji, baik terang-terangan atau sok bijak bahwa kondisi kita baik-baik saja.

Di peringatan 73 tahun NKRI ini, kita masih belum beranjak dari bayang-bayang bahwa negara ini hanya melanjutkan Hindia Belanda yang sering kita sebut penjajah. Yaitu melanjutkan pembayaran hutang pemerintah tinggalan pemerintah Hindia Belanda, lalu berhutang di mana rakyatnya yang suruh bayar, sekarang satu persatu artefak leluhur dibiarkan hancur dan dijual ke para investor.

Jika di era Maknyak kita laris jualan, era ki Lurah kita memulai pondasi pembangunan orba jilid II dengan malu-malu, maka era Pakde ini kita benar-benar mengukuhkan diri untuk melanjutkan cita-cita Mbah Mesem yang tertunda akibat slilit “reformasi” 1998 itu. Sebuah era pembangunan baru. Tentu saja sama seperti Mbah Mesem, hutang dulu, bangun dulu, biar yang nyaur rakyat Indonesia di masa depan. Toh rakyatnya juga seneng kalau sudah ketemu dengan Gusti Arta yang Maha Agung.

Sudahlah, mari nylilit saja di tengah peradaban Keuangan Yang Maha Agung ini. Kowe ngomong bab kebaikan dan kemuliaan akan ditertawakan kalau kere. Apalagi bicara soal syurga dan neraka, luwih dipaido maneh. Dan sekiranya Allah mengutus 10 Imam Mahdi di negeri ini sekarang, dia hanya akan nganggur, sebab elit dan kelas menengah yang semestinya jadi penggerak perubahan kesibukan utamanya nglumpukke duit dan sikut-sikutan (kecuali mereka yang sudah tercerahkan dan jejeg lakune). Rakyat bawah? Rutin diinjak-injak setiap hari.

Surakarta, 17 Agustus 2018

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.