Tanda membaiknya situasi ke depan adalah jika rakyat mulai “biasa wae” dengan segala tingkah polah para politisi. Apalagi jika rakyat mulai kreatif dan mandiri mengatasi masalah-masalah riilnya sambil mencari cara menghindari membayar pajak. Pembangunan wilayah seperti jalan kampung, instalasi air, pengelolaan sampah diurus sendiri.

Kelak jika polarisasi terbentuk antara rakyat vs kapitalis, maka pemerintah juga tidak ada pilihan kecuali merapat ke rakyat. Cuma situasi tersebut masih lama untuk terwujud, sebab rakyat sekarang masih baperan dalam politik dan menganggap politisi itu ndoro dan raja mereka. Entah butuh berapa kali lagi tertipu sampai rakyat tahu bahwa politisi itu mayoritas pembual janji, kecuali satu dua aja yang nggak.

Dengan mesin pemerintah yang sebobrok ini, rakyat tidak punya pilihan lagi, kecuali mendelegitimate pemerintah secara konstruktif. Membangun gerakan perlawanan yang bersifat politis di era sekarang cenderung tidak produktif. Doktrin ala Samin sepertinya perlu diadaptasi di zaman sekarang di mana setiap komunitas masyarakat mengutamakan kerukunan internal desa/ kampung mereka ketimbang termakan doktrin “demi kepentingan nasional”.

Melawan pemerintah dengan alternatif ideologi yang dibenturkan dengan Pancasila justru tidak produktif. Bisa kena pasal pemberontakan dan dijebloskan ke penjara. Gerakan ndableg nasional dan rukun dengan tetangga perlu digalakkan. Tapi ini semua omong saya saja siang hari ini. Sebab faktanya kita malah lebih sering bertengkar dengan tetangga dan teman entah urusan kebiasaan rumah hingga masalah hutang. Dengan kondisi seperti ini, kok berharap pemerintah bisa mengatasi masalah sebesar ini. Bobok lagi aja, ketimbang senep lihat pemerintah ngutang lagi tuh.

Kalau harus dirumuskan, musuh besar bangsa Indonesia saat ini adalah materialisme-kapitalisme. Ia tidak hanya berwujud korporasi yang menggilas dan merampok SDA kita, tapi ia menjadi ideologi yang mengisi kepala mayoritas masyarakat kita di mana duit dan kekayaan adalah segala-galanya. Yang penting bisa dapat uang banyak meski harus menghalalkan segala cara dan kehilangan rasa malu. Sehingga tuhan pun dijadikan perantara untuk pencapaian materi itu, sehingga tak jarang agama bisa dikapitalisasi.

Sebelum menghina-hina para koruptor, coba kita periksa diri kita dulu, seberapa nggragas kita dalam mencari kekayaan. Apakah kita sudah mampu bersikap terhormat atau jebul ya nggragas. Kaya materi itu salah satu nasib dari usaha keras, tapi tidak setiap orang yang bekerja keras pasti bisa kaya materi. Tapi orang yang misi hidupnya kerja keras dia akan selalu bahagia baik kaya materi atau tidak. Orang yang sungguh-sungguh bekerja keras tidak akan merasa miskin.

Surakarta, 10 Juli 2018

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.