Dari PT. USA Cabang Indonesia yang kantor pengawasnya ada di Singapura, kini perusahaan itu berubah menjadi PT. Tiongkok Cabang Indonesia dengan pengawasan langsung dari Tiongkok. Perusahaan ini bekerja dengan tingkat efisiensi rendah sejak masih PT. USA, apalagi saat menjadi PT. Tiongkok.

Di era PT. Tiongkok, korupsinya luar biasa di segala lapisan. Dipasangi CEO kayak apa pun, sang CEO bakal pusing membetulkan perusahaan. Perusahaan ini sebenarnya ya tidak setia-setia amat dengan induk perusahaannya, cuma juga tidak berpihak pada konsumennya. Karena para konsumen disuruh bayar terus dengan layanan seadanya, sesuka-suka perusahaan, dan seenak udele para karyawan perusahaan. Dan anehnya, masih tetap banyak juga konsumennya.

Hingga hari ini perusahaan ini masih tetap eksis. Apalagi dengan konsumen tertingginya adalah umat Islam. Maka perusahaan ini pun punya biro travel terbesar di dunia yang pelanggannya tak habis-habis. Mereka rela antri mendaftarkan meskipun jadwal travelnya masih 10 tahun lagi. Saking besarnya lahan garap perusahaan ini, makanya dia terus membuka kerja sama dengan perusahaan kecil-kecil untuk menambang emas, menyedot minyak bumi, sekalipun dengan bagi hasil tidak sampai 10 persen yang masuk ke kas perusahaan.

Inilah perusahaan termegah di dunia yang tidak ada tandingannya saat ini. Perusahaan yang mau hutang sebesar apa pun, agunannya tidak habis-habis. Karena satu perusahaan kecil saja dikasih job ngeruk emas selama 72 tahun saja cuma bisa ngeruk 1 gunung. Padahal masih ada bergunung-gunung emas yang bisa ditambang.

Di luar kompleks aturan perusahaan ini, ada gelandangan-gelandangan yang sedang kesasar-susur tidak jelas. Mereka adalah warga negara Indonesia yang sedang mencari negaranya yang hilang. Kata bapak ibu dan mbah-mbahnya, di lingkungan mereka tinggal konon dulu pernah didirikan negara Republik Indonesia. Negara ini konon akan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Setiap kali mereka mengobrol dengan para konsumen, para konsumen ini bingung ditanya soal negara Republik Indonesia. Mereka cuma bengong, pokoknya hidupnya ikut PT. Tiongkok cabang Indonesia saja sekarang. Kata mereka, dulu sebelum PT. Tiongkok, nama perusahaan ini adalah PT. USA cabang Indonesia. Lalu para gelandangan ini kadang mampir di kantor-kantor layanan perusahaan itu. Mereka terkejut mendapati nama Indonesia di mana-mana, tapi nama perusahaannya kok tidak ada. Padahal dari kejauhan, nama perusahaan itu terpampang jelas ketika para gelandangan ini sedang menuju ke pusat perusahaan.

Kata leluhur mereka, negara Indonesia itu benderanya Merah Putih. Lho kok perusahaan ini juga pakai simbol itu. Para gelandangan ini sampai sekarang masih kebingungan. Sebenarnya negara Republik Indonesia yang dikatakan bapak ibu dan mbah-mbahnya itu masih ada atau tidak. Mereka terus luntang-luntung tidak jelas menanyai setiap orang yang lewat di pinggiran jalan protokol demokrasi itu. Kehidupan mereka terlihat memprihatinkan di mata para konsumen perusahaan itu. Tapi apa boleh buat, mereka tidak peduli untuk menolongnya, karena kaum gelandangan itu susah diatur dan dicurigai suka merusuh, terutama merusuh pikiran.

Akhirnya, parade kebingungan ini belum jelas ujung pangkalnya. Mereka masih terus mencari negara Indonesia seperti yang dikatakan pendahulunya. Indonesia yang katanya dulu diperjuangkan berdarah-darah oleh para pahlawan. Mereka berusaha meyakini bahwa negara itu masih ada. Jika pun sekarang yang mereka lihat adalah perusahaan, mereka yakin negara itu masih ada. Setidaknya dokumen-dokumen perusahaan itu menjadi petunjuk bahwa negara itu masih ada. Semoga saja benar-benar ada.

Pertanyaannya, apa sih sebenarnya maksud tulisan saya pagi-pagi ini?

Juwiring, 19 Januari 2017

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.