Di zaman yang apa-apa polar dan berkubu, bahkan mungkin mengupil dengan kelingking atau telunjuk bisa diorganisir, maka kita perlu berhati-hati. Karena intelektual yang cerdas luar biasa pun bisa terseret dalam arus adu domba semacam ini. Apalagi kelas mbambung macam kita (lebih tepatnya saya).

Maka tidak perlu heran jika suatu ketika ada orang intelek tiba-tiba bikin status pekok, atau yang selama ini kita kenal sebagai ulama tiba-tiba membuat tulisan tidak bermutu. Sebagaimana kaum mbambung macam kita yang memang rajin bikin kesalahan, beliau-beliau ini juga manusia yang bisa bebuat salah. Mereka kadang butuh pesangon atau perlu cari klangenan untuk gelut juga.

Maka dari itu, lebih baik lepaskan pikiran kita agar tidak politis sehingga kita tetap bisa memilah dan memilih mana yang baik dari beliau-beliau ini. Termasuk sikap kita pada para politisi yang memang dari hari ke hari menunjukkan aneka ketololan-ketololan serius dalam kebijakan. Tapi cobalah berpikir kembali, apa benar mereka sebodoh itu? Tidak. Seandainya kita yang mengisi tempat itu, mungkin kita langsung opname berbulan-bulan.

Misalnya Anda boleh anti dengan segala keputusan politik Fadli Zon, tapi harus Anda tahu beliau memiliki kecintaan pada dunia perpustakaan dan sejarah yang besar. Anda boleh benci pada Prabowo, boleh benci Jokowi, boleh benci dengan yang lainnya, tapi pada orkestrasi politik yang besar kita memerlukan permainan mereka untuk nyrimpeti para kapitalis global yang akan mengeruk kita. Pertikaian antar mereka tidak hanya merugikan kita, tapi kadang juga merepotkan para kapitalis yang bingung mau memperalat siapa.

Tapi jika cara berpikirmu mati urip pokoke manut jagoanmu ya sudah, silahkah ditekuni. Sing penting aja kerengan karo kancamu sing sama-sama cuma fans. Ingatlah bahwa dalam pertarungan besar, fans dan prajurit adalah calon yang akan dikorbankan pertama kali.

Juwiring, 31 Oktober 2016

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.