Kisah dipenjaranya Kiai Thobroni, kiai kharismatik asal Madura di era orba bisa menjadi salah satu contoh bagaimana Allah tak hendak membiarkan hamba-Nya dizalimi. Saat beliau dibui, ribuan orang Madura datang ke penjara lengkap dengan minyak dan perlengkapan untuk perang demi membebaskan kiai yang mereka cintai. Suasana sangat menegangkan malam itu.
Sang kiai keluar dengan wajahnya yang teduh. Lalu mengatakan, “kalian tidak perlu repot-repot kemari. Saya sudah dilindungi oleh Allah. Saya masuk penjara, karena memang sudah dituliskan di Sana bahwa hari ini saya akan masuk penjara, walau tidak bersalah.” Mendapat jawaban itu, para santri dan masyarakat yang awalnya marah besar dan siap perang dengan aparat, terguguk nangis dan kembali pulang. Suasana menjadi adem.
Allah pun menunjukkan kuasa-Nya, beberapa anggota kepolisian yang menjadi otak dari penangkapan itu pun dianugrahi keindahan agar bebas dari dosa-dosa berikutnya dengan dijadikan sebagai orang GILA. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, termasuk “kualat” yang dialami para oknum polisi itu, sang kiai itu pun dibebaskan. Tidak ada pengacara atau berbagai thethek bengek yang masuk ke sana, sesuai permintaan Kiai Thobroni, ingin menghadapi semuanya sendirian, sesuai wejangannya.
Kisah semacam ini mungkin dianggap klise, apalagi di peradaban modern yang umatnya mengaku ber-millah Ibrahim tapi berakidah materialisme. Jika di era reformasi kok kezaliman-kezaliman seperti tak terbalaskan, setidak-tidaknya Allah seolah-olah mendiamkan, jangan-jangan kita dan para tokoh ulama kita yang sekarang spek-nya memang jauh di bawah para pendahulu kita yang shalih itu. Terlebih-lebih kita yang sering mendadak kiai, mendadak ahli fikih, mendadak pakar politik, dan segala yang mendadak-mendadak gitu.
Nah, jika kita baru ditersangkakan wis ndredeg, lalu buru-buru kontak pengacara, dll, di situlah kualitas kita berada. Dan itu saya banget. Banget. Semoga bisa belajar untuk meningkat lebih baik, ra ketan sak strip.
Juwiring, 15 Maret 2016