Manusia yang bertuhan pasti membutuhkan agama. Karena tidak mungkin manusia bisa mengenal Allah, kecuali Allah mengenalkan diri-Nya kepada manusia. Dan cara Allah berkenalan pada manusia itulah yang tersusun menjadi agama. Nah, sudah tentu karena ini menyangkut hal terpenting dalam hidup manusia, maka tidak ada istilah mendua dalam iman.

Sebagai seorang muslim, saya berkeyakinan bahwa Islam-lah satu-satunya jalan keselamatan, di mana Allah mengenalkan diri-Nya pada saya. Saya yakin pemeluk agama yang memiliki konsep berlainan dengan saya, juga memiliki keyakinan bahwa konsep merekalah yang menjadi jalan keselamatan.

Makanya sesama pemeluk agama yang konsisten, pasti menolak pluralisme keyakinan, karena iman itu berada dalam hati masing-masing, jadi tidak mungkin dong bilang, “semua agama benar”. Karena masing-masing pemeluk agama hanya mengakui satu jalan keselamatannya. Dan masing-masing terus belajar untuk menjumpai hakikat yang sebenarnya. Dan juga mengajak yang lain menuju jalan yang diyakini. Sudah tentu saya mengajak semua orang ke jalan Islam yang saya yakini. Demikian juga saudara saya yang berkeyakinan lain, pasti juga akan mengajak manusia ke jalan yang mereka tempuh.

Yang sering jadi masalah ketika salah satu pihak atau masing-masing pihak tidak jujur dalam menjalankan keyakinannya. Karena bagaimana pun, pengamalan agama itu mengejawantah dalam kebudayaan, ekonomi, sosial, politik, hukum, sains, teknologi. Proses derivasi dari keyakinan ke dalam perilaku hidup dapat dilihat dari falsafah hidup seseorang maupun sebuah masyarakat. Di titik-titik inilah kita menyaksikan aneka benturan dari yang lemah sampai yang dahsyat.

Maka dari itu, sebagai seorang muslim, saya sampaikan bahwa Islam meletakkan keadilan sebagai supremasi dalam kehidupan manusia, menempatkan adab dan akhlak sebagai syarat pembentukan peradaban, dan memberi harga mahal atas nyawa manusia, yakni setara dengan seluruh manusia, apalagi bagi seorang mukmin, harganya lebih besar dari dunia seisinya. Kalau jadi muslim suka berperang dan menganiaya manusia, itu naif.

Maka dari itu, yang sebaiknya kita selesaikan bukanlah urusan kebenaran atas keyakinan masing-masing, karena semua terus berproses meneliti kebenaran yang diyakininya. Masalah kita adalah sikap yang alergi terhadap perbedaan dan kebiasaan menikung teman di belakang. Karena alergi terhadap perbedaan, kita susah menggalang persatuan. Karena terbiasa menikung di belakang, kita mudah mencurigai dan saling menghancurkan.

Solo, 29 September 2016

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.