Islam tidak melarang orang untuk kaya. Tapi dalam kehidupan normal orang-orang Islam yang kaya (berdasarkan kehidupan sahabat) ya hidupnya kayak orang biasa. Umar bin Khattab yang jadi khalifah harta pribadinya mencapai angka triliunan kalau dikurskan sekarang, tapi nyatanya cuma punya jubah 1, tambalannya 12, pernah datang ke shalat jumat telat gara-gara jubahnya dicuci belum kering.

Islam juga tidak membiarkan seorang tertindas dan dizalimi, karena membela yang lemah adalah salah satu inti dari ajaran agama Islam. Bahkan itu termasuk bagian penting dari kualitas keislaman seseorang. Tapi meskipun mendapatkan tempat yang istimewa di hati umat Islam, orang-orang dhuafa yang dipuji adalah mereka yang menjaga harga diri, bukan yang mengemis dan memperlihatkan kelemahannya. Yang tidak mengkomoditaskan kemiskinannya untuk mengharap bantuan.

Nah, maka dari itu konsep Islam adalah penengah dua ideologi ekstrim yang sedang ramai jadi teori di kampus, yakni kapitalisme dan sosialisme-komunisme. Dalam Islam proses distribusi kekayaan diatur dengan pendekatan moral, bukan dengan hukum. Berbeda dengan di model kapitalisme dimana semuanya dibiarkan bebas bersaing tanpa perikemanusiaan, atau di sosialisme-komunisme orang diatur kekayaannya dan dikendalikan oleh negara.

Itulah mengapa dakwah Islam itu menyentuh hati, bukan mengekang manusia. Masalahnya, sekarang kita itu mulai tidak percaya bahwa kiri kanan kita yang seperti kita adalah manusia. Kita hanya basa-basi percaya bahwa mereka manusia, tetapi pada praktiknya kita tidak benar-benar memperlakukan saudara-saudara kita sebagai manusia seutuhnya. Itu tidak semata-mata salah kita secara pribadi, tetapi sistem kehidupan yang memenjara kita memang berlaku demikian.

Bisakah kita melawan? Tidak usah melawan, kita jalani dan luruskan hidup kita masing-masing.

Juwiring, 21 Mei 2016

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.