Di antara ilmu “mizan” yang saya pahami adalah kesadaran kita untuk melihat berbagai hal dalam pendekatan gelembung sehingga tahu porsi dan proporsi serta mana induk dan mana yang dikandung di dalamnya.

Ilmu “mizan” ini penting agar kita tidak salah sangka dalam berbagai hal. Walaupun kita warga negara Indonesia, sebenarnya dalam kesadaran kita lebih besar dan menakutkan mana potensi bahayanya, apakah diri kita atau negara Indonesia? Lalu coba tarik ke masalah uang, keluarga, dll. Termasuk juga Damarwulan terhormat itu konon adalah pemimpin tertinggi, apakah dengan konsep gelembung sebenarnya dia mengungkupi Mbah Welut, atau justru sebaliknya.

Ketiadaan pemetaan yang jelas itulah yang membuat kita bagai buih di lautan yang diombang-ambingkan kepentingan dan isu. Bukankah setiap manusia seharusnya menyadari prioritas hidupnya sendiri-sendiri yang wajib dicari sendiri dan diputuskan sendiri. Mengapa sekarang kita jadi seneng banget dengan seragam-seragaman sambil mengejek temannya, “eh lo kok ga pakai seragam kayak gue”. Dan kita teramat yakin bahwa seragam kita pasti pas untuk dia. Padahal dialah yang harusnya memutuskan seragamnya sendiri.

Ini bukan pembenaran atas pilihan orang-orang modern yang memilih hidup liberal, karena sebelum mereka memutuskan hidup seperti ada semacam “gangguan” serius dari sifat kemanusiaan fitrah mereka. Misalnya orang yang memilih gaya hidup LGBT, konsep dirinya akan fitrah laki-laki dan perempuan kan tidak beres dulu, sehingga mereka punya keputusan aneh begitu. Misalnya lagi orang yang memilih gaya hidup hedonis, kan secara garis besar mereka memang menuhankan materi, berarti ada masalah cara pandang mereka terhadap materi.

Konsep pembebasan yang diajarkan para Nabi dimulai dengan pengakuan bahwa kita makhluk Tuhan. Kita adalah juniornya alam semesta, tumbuhan, dan hewan. Sejak kita menggunakan akal, maka kita berarti berada setingkat di atas hewan, dua tingkat di atas tumbuhan, dan tiga tingkat di atas benda-benda alam ini (menurut dengkul saya). Hanya saja, tugas kita bukan sekedar menjadi manusia, tapi menjadi Abdullah. Manusia itu standarnya akal, sehingga sangat mungkin kita tersesat untuk menuhankan diri, minimal membuat Hak Asasi Manusia, maka kita harus mengupgrade diri menjadi Abdullah.

Kesadaran Abdullah adalah kesadaran penuh tunduk sebagai buruhnya Allah. Sehingga yang kita tahu adalah Kewajiban Asasi Manusia, bukan lagi HAM. Dan saya kira maksud dari potongan surat Adz Dzariyat adalah demikian. Bumi yang penghuninya diisi oleh banyak Abdullah, tidak mungkin rusak-rusakan seperti sekarang ini. Apalagi jika ada manusia yang bisa sampai derajat Khalifatullah, atau wakilnya Allah. Artinya ia dipinjami segala sesuatu yang Dia kehendaki agar digunakan untuk mewakili-Nya dalam memakmurkan Bumi. Para Rasul adalah contoh dari khalifatullah itu.

Jadi marilah kita tidak perlu GR dengan segala ritus ibadah kita. Dengan kondisi global yang penuh kezaliman ini, tidak perlu sungkan mengakui bahwa peradaban hari ini didominasi oleh kesadaran manusia dan hewan, belum sampai kesadaran Abdullah, apalagi Khalifatullah. Kita sedang berperang dengan diri kita sendiri yang kadang-kadang menjadi hewan yang tahunya pakai insting untuk berkubu dan fanatik sana sini, kadang kita jadi manusia yang menuhankan diri sendiri sembari memberhalakan materi. Maka shalat dan ibadah kita yang lain tak ubahnya ritual dukun yang sedang membakar setanggi sambil komat-kamit merapal mantra.

Saya yakin, Allah akan menilai proses panjang kita menjadi Abdullah hingga Khalifatullah sembari membiarkan Iblis menggoda-goda kita agar tetap menjadi manusia dan kadang-kadang menjadi hewan. Hewan yang hidup dengan kesadaran hewan tentu sangat indah dan elok. Lha kalau manusia justru hidup dalam kesadaran hewan, seperti perempuan-perempuan yang percaya diri membuka baju di depan umum, aduh nikmatnya ditonton oleh laki-laki. Betapa semlohaynya. Artinya laki-laki pun punya potensi jadi hewan juga kan. Padahal hal semacam itu, kalau pakai kesadaran Abdullah ada aturan dan tempatnya, dan kita harus mematuhinya.

Kalau tidak keberatan, peradaban hewan itu banyak kita jumpai di alam modern kan. Dan itu artinya ya masa SEKARANG INI.

Juwiring, 27 Oktober 2017

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.