Ceritanya hari ini aku ditelepon oleh salah seorang istri pejabat di salah satu kementerian RI. Wuih, sebuah kesempatan berharga dapat berinteraksi dengan salah satu orang jajaran atas di direktorat sebuah kementerian RI. Tapi tenang, ini bukan sedang berbicara deal politik atau soal-soal yang berkaitan dengan orbitisasi (apadeh). Pertemuanku dengan beliau adalah membicarakan soal pendidikan. Yah, masuk akal, aku adalah orang yang punya passion di bidang pendidikan, jadi tentu saja diskusi hari ini adalah tentang pendidikan.

Intinya aku diminta mendampingi belajar putra-putra beliau. Entah dulu bagaimana aku mendapat kesempatan baik ini. Aku bisa berbagi cerita kepada para putera mahkota yang mungkin kelak diharapkan oleh beliau menjadi penerus seperti ayahnya dalam hal pengabdian kepada bangsa ini. Aku paham maksudnya, beliau ingin mereka mendapatkan nuansa yang riil dari kehidupan masyarakat bawah saat ini agar nanti setidaknya menjadi input bagi mereka ketika telah dewasa nanti. Masuk akal sekali, mengingat kehidupan mereka tentu jauh dari kebanyakan kita hari ini.

Banyak hal yang kami diskusikan. Tapi aku mau menggarisbawahi beberapa hal penting untuk para pembaca, khususnya Anda yang akan menjadi calon ibu ataupun telah menjadi ibu. Beliau adalah istri pejabat sekelas direktorat alias eselon I-nya sebuah kementerian RI. Tapi sesibuk apapun komunikasi dengan putera-puterinya adalah hal yang sangat diprioritaskan saat sang suami sibuk dengan tugas pengabdiannya kepada negara.

Bahkan dalam kisahnya, beliau rela meninggalkan pekerjaan yang sudah sangat mapan demi memberikan hak sang buah hati akan ASI eksklusif. Tentu ini adalah hal yang sulit dilakukan bagi para tipikal wanita karir. Tapi setidaknya ini gambaran bagiku bahwa masih banyak wanita hebat yang memiliki kepedulian besar untuk generasi bangsa di tengah kabar-kabar miring yang menerpa dunia birokrasi kita. Meskipun aku belum mengenal banyak tentang beliau, tetapi melihat kesungguhan beliau dalam menjaga sang buah hati, sudah cukup buatku untuk menyanggupi permintaan itu.

Menurutku ini adalah pelajaran berharga bagi para calon ibu yang hari ini masih mendewakan karirnya, ketimbang mengutamakan karir termulia sepanjang sejarah, ibu rumah tangga. Aku kemudian berpikir, inikah tanda yang Allah berikan padaku agar bisa kujadikan lahan belajar. Ini barangkali juga ujian besar bagiku, apakah aku akan berbelok orientasinya, atau tetap bertahan untuk belajar. Yaa muqallibal qulub, tsabbit qalbiy alaa ad diinik. Wahai yang Maha membolak-balikkan hati, teguhkan hati ini di atas agama-Mu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.