Yuli Ardika Prihatama
Kemenangan putaran pertama Jokowi-Ahok baru saja terbukti, setelah sebelumnya pasangan yang merupakan “orang luar” Jakarta ini dianggap memiliki elektabilitas rendah oleh beberapa lembaga survey. Praktis hasil quick count yang dilakukan oleh beberapa lembaga pemantau menjadikan lembaga-lembaga survey tersebut kebakaran jenggot. Betapa tidak, angka yang muncul di sana diluar ekspektasi para pengamat bahwa Jokowi yang dikenal luwes dan easy going itu mampu mengguli pasangan Foke-Nara yang disebut-sebut bakal menjadi orang nomor satu kembali di provinsi DKI Jakarta. Adalah fenomena yang sangat menarik mengingat Jokowi yang begitu terkenal dengan prestasinya mengubah kota Solo yang dulu seperti mati suri menjadi kota berjuluk ‘The Spirit of Java”, kemudian kembali berhasil mengambil hati sebagian besar warga Jakarta dalam pemilukada tahun ini.
Satria Piningit
Di kalangan masyarakat jawa, sering dikenal istilah satria piningit. Istilah tersebut untuk menggambarkan seseorang yang dikenal dengan berbagai kelebihannya sebagai manusia yang mampun membawa pencerahan bagi kehidupan. Jika dikaitkan dalam konteks pemimpin, maka satria piningit adalah sosok yang arif, bijaksana, dan sangat perhatian kepada rakyatnya. Lalu apakah korelasinya antara Jokowi dengan satria piningit? Inilah sedikit tulisan yang akan mencoba menelaah tentang sisi lain kepemimpinan Jokowi.
Joko Widodo, begitu nama asli Jokowi adalah sosok pengusaha meubel yang terkenal ramah dan pandai melakukan pencitraan. Hal ini terbukti dari meningkatnya kepercayaan masyarakat baik nasional maupun internasional terhadap kota Solo sebagai tempat penyelenggaraan event budaya dan berbagai gerakan nasional. Terlepas dari sejarahnya yang kota Solo memang dikenal sebagai kota pergerakan, kehadirannya sebagai walikota memberi arti tersendiri bagi masyarakat. Hal ini terbukti dengan keterpilihan Jokowi pada pemilukada tahun 2009 di kota Solo secara mutlak mengalahkan rivalnya Edy Wirabhumi.
Mengapa demikian? Tentu saja hal ini tidak lepas dari bukti-bukti kinerja yang telah dilakukan Jokowi selama menjabat sebagai walikota sebelumnya yang berhasil melakukan berbagai perubahan drastis dan sistematis dalam mendongkrak martabat kota di pinggir Bengawan Solo ini. Bahkan dalam sebuah seminar nasional di Universitas Sebelas Maret bulan Mei tahun 2009 kemarin, ketika Jokowi menjadi keynote speaker, dia berhasil memukau para peserta yang memadati auditorium dengan paparannya yang cukup nyentrik, yaitu dulu …., sekarang ……. Boleh disangkal, tetapi cukup banyak bukti yang dirasakan masyarakat. Kemiskinan, relokasi pedagang, dan jaminan-jaminan sosial bidang pendidikan dan kesehatan mulai banyak dirasakan oleh warga Solo. Bahkan standar layanan desa dan kecamatan sudah hampir menyamai kantor pos dan bank. Hal itu tidak lepas dari karakternya sebagai pengusaha yang tentu saja akan mengutamakan pelayanan sebagai komitmen transaksi politiknya terhadap masyarakat untuk menjaga kestabilan “harga kepemimpinanya”. Lalu pertanyaannya, apakah semua itu dapat Jokowi lakukan di Jakarta nantinya seandainya terpilih menjadi DKI 1? Itulah pertanyaan yang diajukan untuk melihat apakah dia memang seorang “satria piningit” yang dijanjikan untuk Jakarta.
Yang “Abu-Abu”
Jika membaca beberapa opini di beberapa surat kabar nasional seminggu terakhir seputar masalah pemilukada DKI, ada beberapa yang berargumentasi bahwa majunya Jokowi hanyalah sebuah manuver PDI-P sebagai motor politik Jokowi untuk mengukur elektabilitas partai dan kadernya di pemilu tahun 2014. Benarkah demikian? Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa Jokowi memang dikenal sebagai orang yang mampu “memasarkan” sebuah kepemimpinan dengan apik dan elegan. Siapa yang menyangka baju kotak-kotak Jokowi bakal menjadi tren yang dapat menembus berbagai lapisan masyarakat sehingga Jokowi mampu menang di putaran pertama karena berhasil menyedot suara dari kelompok masyarakat yang masih mengambang dengan pilihannya. Terlepas dari opini tersebut, maka ada pertanyaan mendasar yang muncul yaitu, benarkah Jokowi itu memiliki kemampuan besar mengubah kota Solo hingga menjadi seperti sekarang ini sehingga dia layak menjadi orang nomor satu di Jakarta kelak? Maka ini kembali kepada penilaian masyarakat yang kritis di daerah yang pernah dipimpinnya.
Ada alasan yang mengatakan bahwa Jokowi berhasil merelokasi para pedagang di kota Solo dengan damai, kemudian menurunkan aksi premanisme di saat kota-kota lain kian marak. Dan masih banyak alasan-alasan lain yang memang realistis di lapangan sebagai bukti “kesuksesan”-nya dalam memimpin salah satu bagian dari bumi Mataram itu. Apakah benar itu semua karena inisiatif dan kebesaran nama seorang Jokowi? Tidakkah itu karena campur tangan wawalikota Solo, Rudy yang terkenal dekat dan disegani oleh para preman kota Solo? Ini juga merupakan sebuah opini, namun yang pasti adalah apakah kapasitas Jokowi memang benar-benar sehebat yang dikenal oleh masyarakat selama ini atau hanya memang karena Jokowi piawai dalam mengemas segala hal yang menyangkut perjalanan karier kepemimpinannya sehingga terlihat elegan dan luar biasa? Semua penuh dengan pertanyaan yang saling berhubungan. Dan semuanya butuh “tabayyun” atau klarifikasi dan perenungan mendalam dari masyarakat khususnya warga DKI yang akan kembali memilih di putaran kedua.
Kemudian masih ada yang mengganjal yaitu, jika prediksi bahwa Jokowi adalah mesin percobaan elekstabilitas PDI-P menjadi benar itu artinya mungkin saja Jokowi akan dijadikan sebagai capres 2014. Itu artinya Jokowi tidak sedang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin DKI Jakarta, tetapi lebih sekedar sebagai upaya untuk mengejar target pemenangan pemilu sebuah partai politik di tahun 2014. Alangkah naifnya ditengah krisis kepemimpinan bangsa saat ini. Ibaranya ada seorang yang dikenal memiliki reputasi “baik”, harus kemudian menjadi salah satu bagian dari konspirasi besar yang akan semakin membingungkan masyarakat negeri ini. Kita tentu tidak berharap ini terjadi, karena bagaimanapun kepemimpinan di negeri bukanlah barang yang bisa diperjualbelikan. Kepemimpinan adalah ujian tuhan bagi orang yang memimpin dan rakyat yang dipimpin untuk membuktikan kesolidan mereka sebagai sebuah masyarakat.
Mencoba Lebih Arif
Tulisan ini tidak untuk merendahkan nama besar seorang Jokowi, namun untuk mengembalikan cara pandang masyarakat agar tidak terbuai dengan sebuah kemasan yang menarik saja. Bagaimanapun Jokowi adalah pemimpin berprestasi yang berhasil membawa pemerintahan kota Solo menjadi kota yang memiliki tingkat korupsi terkecil di banding daerah yang lain. Patut diacungi jempol usaha Jokowi ini dalam mengawinkan jiwa pengusahanya yang efisien dengan kepemimpinan Jawa yang banyak dilanda rasa “pekewuh”. Jadi sebaiknya masyarakat DKI perlu lebih dalam mengkaji pilihan mereka terhadap dua calgub nantinya, mana yang akan lebih mampu dan mungkin untuk memimpin Jakarta. Manakah pemimpin yang lebih siap untuk membenahi Jakarta dan memiliki keterterimaan di masyarakat Jakarta yang sangat heterogen dan penuh dengan kepentingan, sekaligus sebagai kota yang menjadi ibukota negara.
Kota Jakarta yang memiliki sejarah panjang dan penuh dengan masalah membutuhkan orang terbaik dari sekian calon yang ada. Masalah banjir yang tidak kunjung teratasi, kemudian masalah kerusakan lingkungan sebagai implikasi dari aktivitas ekonomi masyarakat yang tidak ditunjang dengan kesadaran kolektif masyarakat sebagai korelasi hasil pendidikan dan pemahaman masyarakat adalah salah satu PR besar yang harus diselesaikan. Belum lagi masalah sosial yang sangat kompleks yang rawan tersulut karena iklim Jakarta yang semakin panas, baik dalam arti tersurat maupu tersirat. Ledakan penduduk yang tumpah ruah di Jakarta akibat tingginya angka urbanisasi sebagai konsekuensi lambatnya pertumbuhan kawasan ekonomi secara nasional dan tidak terciptanya lapangan kerja yang memadai di daerah juga merupakan masalah rumit yang akan melengkapi catatan masalah gubernur yang akan memimpin Jakarta. Juga masalah kebudayaan betawi yang mulai terkikis akibat percampuran berbagai etnis yang semakin kental dan terkesan menyingkirkan para penduduk asli. Betapa luar biasa masalah ibu kota kita hari ini, itu semua adalah tantangan bagi Jokowi sebagai orang Solo yang sedang “menantang” masalah-masalah Jakarta. Akankah dia berhasil ketika benar-benar terpilih nantinya?
Kita tentu berharap gubernur yang terpilih adalah “satria piningit” yang akan menyelamatkan Jakarta dari berbagai masalah yang membelit selama ini. Apakah Jokowi adalah “satria piningit” yang dijanjikan itu? Kita bisa berbeda pendapat, tapi bukti-bukti ke depan akan memberikan gambaran pada kita siapa dia yang sebenarnya. Mari terus mengkaji dan menilai dengan bijak.
Pingback: Jokowi Jadi Inspirasi Pemberdayaan Masyarakat | inspirasi.me