Hari ini aku mendapat kesempatan untuk mendengarkan ide-ide segar adik-adik yang mengikuti kompetisi karya tulis desain baru perpustakaan UNS. Terima kasih kepada adik-adik BEM yang memberikan kepercayaan kepada diriku dan satu rekan perjuanganku menjadi tim penilai di sana. Ide-ide mereka keren, sampai membuatku bingung siapa yang akan menjadi pemenang nanti. Ini mungkin pengalamanku menjadi juri yang cukup sulit memutuskan siapa yang menang. Tapi setidaknya dua nilai yang saling bertemu akan menjadi adil untuk memutuskan siapa yang berhak menang. Dan episode itu berakhir setelah aku makan siang.

Tapi itu lagi-lagi hanya kisah pengantarku di tulisan ini. Kisah berikutnya adalah saat kami para senior-senior di Studi Ilmiah Mahasiswa mengadakan pertemuan rutin para tetua lembaga keilmiahan itu. Masih seperti waktu kami menjadi pengurus harian dahulu, ada yang sangat ontime datangnya, ada yang agak telat (itu aku), bahkan ada yang memang terbiasa telat sejak dulu. Kami tak marah, sudah sama-sama tahu dan kami sangat paham bagaimana mengisi waktu kami agar tidak larut dalam geram.

Singkat cerita, agenda kumpul orang-orang tua hari ini adalah untuk mendengarkan kisah dari salah satu sahabat kami yang berhasil menjejakkan kaki ke tanah Eropa setelahku. Orang yang mungkin sudah dianggap sebagai tetuanya SIM yang paling disegani, sampai-sampai kami memanggilnya Tante (#loh). Yah, hari ini Tante Erny akan bercerita tentang kisah perjuangannya dalam mewujudkan mimpi menginjakkan kaki di tanah Eropa, di Ilmenau, Thuringia Jerman dalam International Student Week Ilmenau (ISWI) 2013.

Ceritanya panjang sekali, ditambah gaya beliau kalau bercerita memang panjang tapi tak melelahkan. Pengisahannya hari ini menjadi penuh teka-teki karena sampai-sampai ada kisah yang wonderful. Intinya sejak diumumkannya dirinya lolos di ISWI 2013 itu dirinya hampir saja hopeless. Tapi dorongan dari rekan-rekan yang kuat untuk mewujudkan mimpi itu membuatnya bangkit untuk mengajukan sponsor ke banyak tempat. Pelajarannya adalah kalau ingin dapat peluang, ya masukilah ruang-ruang itu sebanyak mungkin dan jangan banyak alasan.

Sampai suatu ketika, Allah mempertemukannya dengan sosok nenek-nenek tua yang membuatnya terpanggil untuk menolong nenek tersebut. Wajahnya menyiratkan bahwa usianya telah senja mendekat di satu abadnya. Tapi ingatannya masih cemerlang dan membuat Tante mengantarkan sampai di tempat yang pernah ku ketahui juga. Sampai di situ sang nenek meminta untuk dibiarkan berjalan mengunjungi “kerabatnya“. Karena khawatirnya, Tante meminta Pak Takmir di dekat masjid itu mengikutinya dan mengantarnya ke rumah yang dimaksud, meskipun Pak Takmir bingung karena rumah yang dimaksud tidak dikenal di dekat situ. Nenek itu lekas menjauh dan berjalan dengan cepat.

Sepertinya nenek-nenek tadi adalah Secret Angel yang Allah kirimkan agar agenda perjalanan Tante hari itu kacau dan urung, sehingga dirinya dapat menerima telepon dari seseorang yang di kemudian hari akan memperjalankannya ke tanah Thuringia itu. Setelah melalui liku-liku perjuangan yang melelahkan di ibu kota dalam mengurus visa dan dengan segala jebakan kemacetannya dirinya bercerita bagaimana hendak kembali pulang pun tak bisa. Uang tak cukup lagi untuk pesan tiket kereta. Hingga keyakinan terakhir saat mengambil uang di ATM, uangnya telah bertambah tanpa ia sadari.

Benarlah, salah satu sponsor yang juga pernah bersekolah di almamaternya dulu telah berbagi untuknya sehingga dirinya berkesempatan untuk berangkat mewujudkan mimpinya. Untuk kisah lengkapnya sampai sekarang belum muncul di webnya, mungkin nanti pembaca bisa mengaksesnya di www.ernyratnawati.com jika beliau benar-benar mempostingnya. Pesannya di akhir kisah ini adalah tugas kita berjuang sampai kemampuan kita yang paling maksimal, maka biarlah Allah yang memberikan keputusannya ketika kita telah yakin dengan pertolongannya.

Tentang nenek-nenek tua tadi, maka Tante kembali mengeceknya sekembalinya dari Jerman. Kata bapak Takmir, tidak ada orang yang berprofesi seperti yang disebutkan nenek tadi. Tidak ada warga yang punya saudara dari tempat nenek tadi. Lantas nenek tadi siapa? Siapa ya? Tidak usah berandai-andai. Karena secara kasat mata dia terlihat seperti manusia biasa yang ditolong oleh Tante. Entahlah hakikatnya siapa. Tapi kisah itu menjadi inspirasi bagi kita semua yang yakin bahwa ada ”invisible Hand“ yang sesungguhnya selalu menemani kita ketika kita yakin keberadaannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.