Ahaa, hari ini aku baru saja membaca tulisan mbak Afifah Afra (sebenarnya udah postingan lama, cuma akunya aja yang telat baca). Beliau mengklarifikasi lewat twitternya tentang novel Syahid Samurai-nya yang dituduh sebagai salah satu novel porno yang menghancurkan moral bangsa. Hemm, aku udah sering membaca tulisan-tulisan beliau. Pernah membaca beberapa novelnya juga. Jadi aku tidak percaya ketika novelnya tersebut dikatakan demikian.
Dan memang sebenarnya ini permasalahannya adalah distribusi buku itu tidak tepat. Novel yang seharusnya menjadi konsumsi remaja dan dewasa agar mengerti tentang cinta yang benar dan syariat Islam tentang poligami ternyata justru didistribusikan kepada anak-anak SD. Yah, beginilah ketika koordinasi dan terutama budaya malas membaca itu telah mengakar. Main tuduh saja tanpa adanya klarifikasi. Padahal berdasarkan beberapa resensi yang telah ku baca novel tersebut bagus kok, seperti halnya novel-novel beliau yang lain.
Nah, mengapa harus menulis? Kita akan mengerti bagaimana rasanya mendapat ujian dengan fitnah ketika tulisan kita disalahgunakan oleh orang-orang yang bertanggung jawab. Kita akan belajar bagaimana meredam berbagai fitnah itu dengan kemampuan intelektualitas kita dan mengasah kemampuan argumentasi kita dengan lebih baik. Tulisan kita, itu adalah karya intelektualitas kita, curahan hati dan bahasa jiwa yang telah dikeluarkan. Ia akan menjadi inspirasi bagi orang-orang yang mencarinya, tetapi terkadang juga bisa menjadi bahan mentah kejahatan orang-orang yang sengaja memiliki niatan buruk. Jadi tetaplah menulis, dan kita akan semakin cerdas untuk menyikapi berbagai perbedaan dan pertentangan dari orang lain.
Mengapa kita harus menulis? Dengan menulis, kita akan mendapat semangat orang lain. Karena adakalanya tulisan kita itu akan mendapatkan jempol dan dukungan dari kawan-kawan kita. Kita mungkin tidak merasa menulis sesuatu yang wah, tetapi di mata orang yang tepat tulisan kita itu bisa jadi adalah solusi yang selama ini mereka cari. Dan itulah pahala yang tidak terbantahkan. Maka mari menulis yang baik-baik meskipun itu sangat sederhana.
Apalagi bagi sahabatku yang hari ini mendapat stempel “aktivis”. Jangan biarkan engkau menjadi orang yang lupa bahwa hari ini mengucapkan demikian, di lain waktu berkata lain lagi dan bertolak belakang dengan hari ini, lantaran katamu hari ini sudah tergantikan dengan yang lain tanpa adanya pertanggungjawaban dan klarifikasi yang ilmiah atas sebuah perubahan idealismemu. Padahal tantangan yang keras telah menghadang kita untuk siap membungkam mulut kita dan merantai setiap kebebasan kita pascakampus nanti. Anda boleh berkata hebat sekarang, tapi mari buktikan diwaktu nanti setelah keluar dari kampus. Tetap hebat, atau berubah tidak seperti hari ini.
makin semangat untuk terus menulis 🙂
Semangat!