Pertandingan Bulu Tangkis Pemerintah Pusat vs Pemerintah Daerah
Orasi pendidikan pertama dilakukan oleh Bapak Agung Pardini. Salah satu orang penting di Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa ini adalah seorang yang berlatar pendidikan sebagai seorang guru sejarah. Kata beliau, dulu beliau belajar di fakultas teknik jurusan teknik rekonstruksi masa lalu. Ha ha, bisa saja, tapi aku setuju mengingat sejarah kita hari ini menjadi dongeng karena dikaji di fakultas budaya. Seandainya sejarah Indonesia itu direkonstruksi dan didudukkan sesuai dengan bukti-bukti dan interpretasi yang Indonesiasenstris bukan Nerlandosentris tentu tidak mewariskan keminderan tingkat akut seperti saat ini.
Beliau membedah makna pendidikan dan langsung menembak ke sisi pendidiknya. Bagi beliau, tugas pendidik adalah menghadirkan makna dari setiap hal yang dipelajari kepada para siswanya. Jadi meskipun saat ini ada sekolah yang harus ditempuh dengan jalan kaki atau hal-hal yang terlihat susah di mata siswa, maka guru bergerak dalam dua ranah. Memperjuangkan fasilitas ke pemerintah dan memberikan suntikan makna kepada para siswanya agar tetap semangat bersekolah. Bagaimana pun sulitnya, guru-guru hari ini seharusnya mengerti akan hal itu, bukan menjadi pemalas seperti fakta yang terungkap dari jelajah daerah yang telah dilakukan Makmal Pendidikan. Kami pun telah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana para guru pemalas itu menikmati uang rakyat tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Realita lain yang tak kalah memilukan adalah soal kurikulum di Indonesia yang tidak jelas hingga hari ini. Sejak kurikulum 1994 mengalami revisi dan berganti ke Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), gonjang-ganjing kurikulum pun dimulai. Dimulai dari kurikulum KBK yang dirasa kurang menunjukkan ciri desentralisasi, akhirnya digulirkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP tapi sering diplesetkan Kate Siape) agar sekolah dapat membuat kurikulum sendiri. Namun kenyataannya sekolah tidak siap untuk melakukan hal itu. Akhirnya sekarang digulirkan lagi kurikulum 2013 yang secara konsep bagus tapi lagi-lagi membuat sekolah dan guru (terutama yang tidak belajar ketika kuliah dahulu serta tidak belajar ketika akan mengajar) semakin pusing.
Kini permainan kurikulum tak ubahnya seperti permainan bulu tangkis pemerintah pusat vs pemerintah daerah. Bukannya menunjukkan sportivitas, melainkan permainan melempar tanggung jawab yang akhirnya dimenangkan salah satu dan menjadi beban yang lainnya. Pemerintah pusat memulai melakukan servisnya berupa kebijakan itu. Tetapi pemerintah daerah tidak mau tiba-tiba langsung mendapat hal yang selama ini tidak pernah dipersiapkan itu, akhirnya shuttle kock pun dikembalikan dan begitulah permainan terus berlangsung. Hingga kabarnya akhirnya pemerintah pusat berhasil melakukan smash yang membuat banyak pemerintah daerah terkapar. Yang di Jawa mungkin tidak ada masalah, yang di daerah lain, maka siswa menjadi korbannya karena ketidakjelasan dan ketidakmutuan sistem pendidikan. Beginikah pendidikan yang berkeadilan itu? Silahkan dijawab sendiri.
Di akhir orasinya beliau memberi penekanan bahwa pendidikan akan berhasil ketika ada keteladanan yang dilakukan para pendidik, ada pembiasaan yang dilatihkan, dan ada proses pembelajaran yang terus diperbaiki. Tanpa ketiga hal itu, pendidikan negeri ini akan menuju masa suramnya.
bersambung …