Hari kedua masa persiapan menuju tanah pedalaman. Tanah mimpi kami yang mungkin tidak bisa kami capai jika hanya lewat cara menabung. Tetapi keinginan kami untuk melihat belahan Indonesia lainnya mengantar kami di sebuah ruangan di Lembangan Pengembangan Insani Dompet Dhuafa ini. Yah, hari ini kami workshop untuk merancang program di daerah penempatan.
Seperti kisahku sebelumnya, aku dan satu rekanku dari Universitas Sriwijaya, Musthopa mendapat kesempatan untuk mengunjungi tanah Berau, tepatnya di kawasan Tanjung Redeb – Gunung Tabur.Sebuah kawasan pedalaman di Kalimantan Timur yang masih bisa terjangkau dengan akses kendaraan meskipun biayanya setara dengan bepergian di Eropa. Bedanya kami hanya punya pilihan kendaraan yang jelas tak sebaik kereta listrik di sana. Tapi itulah negeri kita, negeri yang kita cintai.
17 Hari Mengenal Berau Kami
Setelah 3 jam kami diskusi, kami memutuskan sebuah judul program magang kami dengan “17 Hari Mengenal Berau Kami“. Alasannya mungkin jika coba dihubung-hubungkan adalah kami sejatinya hanya 17 hari di kawasan tersebut ketika merealisasikan program, dan kebetulan itu sama dengan jumlah rakaat shalat lima waktu. Maka agar semakin nyambung kami membuat 5 rumusan program unggulan selama menjelajah kawasan itu.
Daerah yang kami tempati adalah masyarakat yang belum punya perhatian kepada sekolahnya. Sekolah yang guru-gurunya bebas masuk atau libur sesuka hatinya meskipun sudah berstatus PNS. Sekolah yang siswa-siswanya belum mendapatkan hak mereka untuk belajar seperti kita yang mungkin telah merasakan pendidikan begitu enak di pulau Jawa ini.
Lima program kami selama 17 hari yang singkat itu adalah melakukan asesmen kondisi wilayah dengan membangun silaturahim dengan para stake holder secara intensif setiap hari. Kemudian kami juga menginisiasi forum guru kreatif dengan serangkaian amunisi yang kami siapkan. Kami juga akan menginisiasi program siswa ceria. Sedangkan untuk masyarakat kami tertantang untuk menghidupkan peran komite sekolah yang hanya tinggal nama itu. Mimpi membangun masyarakat cerdas mandiri harus dimulai. Dan semoga kelak timbul gerakan sosial yang berakar dari masyarakat itu sendiri untuk peduli pada pendidikan, baik pendidikan untuk anak-anak mereka maupun pendidikan untuk masyarakat itu sendiri.
Tentu saja program kami bukanlah program yang langsung di ACC. Satu persatu program kami dilucuti oleh supervisor kami. Masukan demi masukan kami terima untuk menyempurnakannya. Alhamdulillah tidak ada permintaan untuk mengulang pembuatan program lagi. Cukup revisi dan akan diplenokan besok pagi. Demikian catatan MFB hari ini.