Saat ini, para civitas akademika di berbagai perguruan tinggi di Indonesia tengah disibukkan oleh “tugas baru” terkait peningkatan standar mutu lulusan. Sesuai dengan kebijakan kemdiknas RI, mulai Agustus 2012, setiap calon lulusan perguruan tinggi harus sudah pernah membuat publikasi atau jurnal yang sesuai dengan standar sebagai syarat kelulusan. Sebagian menilai ini sebagai kebijakan baru yang akan meningkatkan kualitas lulusan perguruan tinggi di Indonesia, sebagian yang lain justru melihat hal ini sebagai tugas tambahan yang sangat memberatkan mahasiswa.
Adalah hal yang masuk akal jika kebijakan ini segera digelontorkan ke publik mengingat masih sedikitnya jumlah publikasi ilmiah yang dikeluarkan oleh perguruan-perguruan tinggi di Indonesia. Namun juga bukan hal yang salah jika sebagian civitas akademika menganggap kebijakan ini sebagai bentuk pembebanan baru bagi mahasiswa karena selama ini jumlah mahasiswa yang terbiasa membuat publikasi ilmiah melalui kegiatan kajian dan penelitian jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah keseluruhan mahasiswa.
Yang pasti, bukanlah hal bijak jika kita hanya mempermasalahkan antara perlu tidaknya publikasi ilmiah ini sebagai syarat kelulusan mahasiswa. Ada sisi lain yang dapat kita kaji untuk menjadi solusi atas kontroversi yang sedang terjadi saat ini. Dalam tulisan ini, penulis mengangkat sebuah kajian tentang peluang organisasi keilmiahan mahasiswa dalam memfasilitasi mahasiswa dan menyukseskan pelaksanaan kebijakan pembuatan publikasi ilmiah.
Di beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta saat ini, telah berdiri beberapa organisasi keilmiahan mahasiswa atau yang sering disebut Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keilmiahan yang mewadahi kegiatan penelitian dan penalaran. Misalnya di UNS telah berdiri UKM Studi Ilmiah Mahasiswa, sebuah organisasi keilmiahan di bidang penelitian dan penalaran interdisipliner. Di fakultas-fakultasnya pun juga telah ada UKM atau LSO BEM yang memiliki arah gerak yang hampir sama meskipun lebih spesifik. Dengan adanya kebijakan kemdiknas saat, ini peran UKM-UKM tersebut akan sangat penting dalam memberikan layanan pendidikan dan pendampingan bagi mahasiswa, mulai dari melakukan penalaran, kegiatan penelitian, sampai pada publikasi ilmiah.
Dengan demikian, ada prinsip win win solution untuk menyelesaikan kontroversi ini. Peran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas dan peguruan tinggi dalam merevitalisasi kegiatan UKM Penelitian dan Penalaran yang sudah ada atau membentuk sebuah UKM menjadi sangat penting. Sebagai pemegang kebijakan, kedua lembaga tersebut dalam menyusun pola kerja sama antara lembaga penelitian resmi di kampus dengan UKM Keilmiahan yang sudah dibentuk di kampus.
Perguruan tinggi melalui lembaga penelitian yang resmi di kampus dapat membuat sebuah grand desain penelitian jangka panjang yang tidak hanya berorientasi pada penelitian dan publikasi ilmiah saja, tapi yang applicable bagi kegiatan pengabdian masyarakat, serta diperkirakan dapat menyerap peran mahasiswa dan dosen dalam jumlah besar. Selain itu perguruan tinggi juga dapat membuka jaringan dengan lembaga-lembaga mitra yang dapat menyediakan sarana pendukung dan biaya penelitian.
Ada pun peran UKM Penelitian dan Penalaran adalah sebagai jalan tol untuk sosialisasi kebijakan-kebijakan perguruan tinggi terkait kegiatan penelitian tersebut serta melakukan penghimpunan SDM yang siap untuk berkolaborasi. Misalnya dengan melakukan sosialisasi atau workshop yang di-follow up-i dengan pendampingan intensif kelompok-kelompok studi oleh para dosen yang direkomendasikan pihak perguruan tinggi. Jika UKM ini difasilitasi dan dibina secara serius mereka akan menjadi tangan kanan yang tepat bagi perguruan tinggi dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas publikasi yang ada, khususnya melalui SDM aktivis yang sudah terkenal dengan kekritisan dan ketajaman analisisnya.
Manfaat lain yang akan diperoleh melalui revitalisasi peran UKM Keilmiahan di kampus adalah peningkatan semangat berorganisasi mahasiswa dengan paradigma baru penelitian dan penalaran, mengingat jumlah peminat organisasi politik dan advokasi mahasiswa di kampus yang mulai menurun akibat pola pikir mahasiswa yang mulai pragmatis didukung padatnya jadwal akademik di kampus. Dengan paradigma yang baru ini, semangat berorganisasi akan tetap hidup meskipun menjelma menjadi sebuah warna baru dalam menyuarakan idealisme melalui karya yang lebih bermanfaat.
Inilah harapan baru atas adanya kebijakan Kemdiknas tentang publikasi ilmiah yang selama ini menimbulkan kontroversi. Bukan membela dan membenarkan, tetapi kita akan selalu menemukan peluang emas di setiap kesempatan yang diberikan. Jika dahulu aktivis itu sibuk untuk selalu berdemo di jalan, saatnya sekarang mencoba untuk demo karya dan kreativitasnya melalui dunia keilmiahan agar kita para mahasiswa dapat membuktikan pada dunia bahwa kita bisa bangkit untuk membawa Indonesia yang lebih baik.
Artikel yang sangat menarik,
Untuk menambah wawasan saya merekomendasikan
https://e-journal.unair.ac.id/JUXTA