Aku masih ingat slentingan salah satu senior di SMA dahulu yang kini sudah terpisah jarak. Beliau pernah mengomentariku saat menulis status yang berapi-api nan idealis dengan, “Dasare cah enom yen urung kena butuh“ artinya dasar anak muda yang memang belum dibenani kebutuhan. Sejenak kurenungkan itu sebagai ejekan sekaligus ujian konsistensi di masa depan.

Lalu di kesempatan lain, saat forum halaqah, murabbiku juga menasihati agar saat menjadi anak-anak muda sebaiknya kelola emosi dan energy agar tidak berapi-api secara membabi buta. Memang saat muda itu ledakan emosi kerap memunculkan tindakan-tindakan heroik namun sekaligus menjadi utopis tatkala itu hanya pepesan kosong tanpa makna yang mendalam.

Hari ini di negeri yang kaya ini, kita sedang merayakan hari kebebasan dimana segala informasi berkeliaran mencari kepala yang berminat. Hari ini hari kebebasan dimana setiap mulut bisa berkicau seenaknya. Hari ini hari kebebasan di mana orang bisa membuat status, kicauan atau tulisan yang menohok hingga menghabisi reputasi seseorang. Tidak ada pengendali sama sekali, sekalipun itu pemerintah bikin regulasi. Semua kembali ke diri sendiri.

Hari ini aku tidak seperti biasanya melayani perdebatan dengan salah seorang junior yang lagi kesengsem (baca: lagi berkobar-kobar) dengan pergerakan yang diikutinya. Luar biasa sih kalau baca statusnya, meskipun sambil senyum-senyum mengingat banyaknya yang begitu di awal-awal lalu mengkeret di akhir. Dalam diskusi santai di pesan singkat FB aku melihat fenomena yang mungkin bisa digunakan untuk memprediksi kondisi umum hari ini ketika banyak yang melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan.

Hari ini anak-anak muda yang sedang berada dalam alam kebebasan informasi ini tak ubahnya botol-botol kosong tanpa pemilik. Siapa yang mengisinya, merekalah yang akan membawanya. Botol-botol itu diisi dengan satu zat yang homogen lalu dilabeli untuk digunakan menurut kepentingan pemiliknya. Maka jangankan mau diisi zat yang lain, digoyang biar sebagian isinya tumpah pun sepertinya mulai sulit. Maklum, botol tersebut seperti sudah tersegel. He he he

Sistem pembentukan generasi dengan mengisi botol kosong ini tak ubahnya perbudakan pemikiran dengan memaksa orang lain hidup di bawah bayang-bayang opini seseorang. Tentu hal ini tidak disamakan dengan apa yang dibawa Rasulullah, karena apa yang beliau bawa adalah pesan langit yang dapat diamini oleh banyak orang yang memiliki nurani sekalipun mungkin dia belum mengenali. Tetapi jika hari ini opini seseorang menjadi pembentuk mindset berpikir segelintir anak-anak muda yang seharusnya belajar banyak hal bukanlah itu bentuk perbudakan baru yang lebih mengerikan ketimbang perbudakan pola pikir.

Singkat cerita, diskusi yang lucu dengan selentingan celelekanku selalu dibalasnya dengan kiriman URL tulisan orang, terkadang tulisan dari orang yang sama dan menurutku kualitas pembahasannya amat jauh kualitasnya dibanding tulisan para ulama yang jelas-jelas menjadi rujukan banyak umat Islam di seluruh dunia dari masa ke masa. Alamak, opini serupa hujah Quran dan Hadits, ini berpotensi terhadap penyimpangan akidah jika tidak disadari dengan seksama. Salah tanpa sadar itu lebih berbahaya ketimbang salah lalu sadar kemudian hari. Semoga yang hobi beginian segera merenung.

Sepertinya dia tak puas dengan apa yang ingin dia jelaskan kujawab telak dengan hal-hal yang sederhana. Ya iyalah, sederhana saja karena sebenarnya junior ini tandanya masih seperti botol yang diisi lalu disegel orang. Semoga kelak terbuka untuk menerima warna-warni dan melihat dengan hati nuraninya yang jernih agar tidak berkobar seperti pepesan kosong itu. Tapi itu hanya harapan, karena sekali lagi, kita tidak pernah memaksa seseorang untuk berpikir seperti cara berpikirnya kita.

Menarik ungkapan salah seorang ustadz dalam kultwitnya, “kita belum tahu pasti bahwa perjuangan kita akan diridhai-Nya (karena ilmu dan keikhlasan kita mungkin belum seberapa), tapi kita tahu pasti bahwa permusuhan kita akan mendapat murka-Nya“. Maka dalam menyebarkan suara-suara kebaikan hendaknya kita memperhatikan etika dan melihat kondisi sekitarnya. Karena bukan hanya masalah pesan yang akan tersampaikan, tapi dampak suasana hati orang lain juga harus diperhatikan. Tak bisakah kita belajar dari Rasulullah yang terkenal mampu menyamankan suasana hati orang-orang yang didakwahi. Yang sudah dinyamankan saja menolak mentah-mentah (seperti Abu Jahl), apalagi yang sejak awal didakwahi dengan cara yang nylekit.

Sahabat, mari kita menjadi membran semipermeabel, jangan menjadi botol kosong tanpa pemilik. Kita adalah individu yang harus bekerja sama dalam perjuangan ini, namun kelak mempertanggungjawabkannya sendiri-sendiri. Apakah kita akan menyalahkan seseorang gara-gara kita terlalu menuhankan opininya untuk menghina saudara yang lain. Dan sebaliknya apakah kita mau menanam saham kesesatan katas pengetahuan prematur kita namun kadung didoktrinkan kepada orang lain. Ayuk belajar dan hati-hati dalam berbagi. Itu saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.