Sebuah pesan cinta untuk saudara-saudari kader dakwah di bumi Allah.
Sebuah pertanyaan selalu muncul sesekali di benak para kader dakwah. Apakah jalan dakwah yang kulalui ini benar? Terkadang itu kemudian berujung pada kebimbangan yang membuat seseorang justru mengalami masa kekacauan dan kefuturan, tetapi terkadang justru itu adalah fase untuk menuju tingkatan kualitas kader dakwah yang lebih tinggi. Tinggal proses yang sanggup dia jalani saja.
Terkadang ada pertanyaan, kenapa ketika aku aktif seperti sekarang kondisi ekonomiku sulit, banyak amanah, banyak yang harus kukerjakan sampai-sampai waktuku tersita. Sedangkan kawan-kawanku sudah menikmati jalan hidupnya. Makmur, berkecukupan dan penuh dengan fasilitas. Katanya kalau kita berada di jalan ini maka banyak kemudahan yang akan didapatkan nyatanya sampai hari ini justru kondisiku malah mengkhawatirkan.
Itulah pertanyaan-pertanyaan yang seringkali datang dalam berbagai bentuk dan bahasanya. Menyeruak di setiap benak kader dakwah. Menciutkan nyali untuk melanjutkan hingga tamat. Hingga terkadang ada yang kemudian berpikir untuk mundur secara teratur. Ada yang mundur tanpa berita. Tetapi ada juga yang justru dengan pertanyaan-pertanyaan itu Allah berkehendak untuk meneguhkan langkahnya. Semakin mantap dan justru semakin menemukan apa yang selama ini di cari.
Belajar dari Para Rasul
Ketika pertanyaan itu dilayangkan ke seseorang yang bijaksana. Ada sebuah hikmah yang mengalir dari lisannya. Terkadang kita jumpai orang yang shalat tapi dia tetap melarat. Ada orang yang shalat dan kaya. Ada orang yang shalat tetapi hidupnya selalu menderita. Ada orang yang shalat tetapi hidupnya penuh kenyamanan. Apa yang sama dari mereka. Yang lain menjawab, sama-sama baca al-Fatihah. Nah, apa ayat keenam al-Fatihah? Ihdinash shirothol mustaqim. (Tunjukilah kami jalan yang lurus).
Dan tahukah jalan yang lurus itu? Itulah jalan para Nabi dan Rasul. Dan simaklah kisah mereka dalam al-Quran. Kita tahu bahwa ada Rasul yang bangkrut (nabi Ayyub), melarat (nabi Isa), kaya raya tak tertandingi (nabi Sulaiman), tampan tak terperi (nabi Yusuf), cerdas luar biasa (nabi Ibrahim), dan masih banyak yang lainnya. Mereka ditakdirkan oleh Allah dalam kondisi berbeda-beda tapi bagi mereka ada yang sama yaitu dakwah. Ya, dakwah yang membuat semua kondisi mereka itu mulia. Luar biasa! Cukuplah jawaban itu membuat kita diam untuk tidak banyak mengeluh dan protes. Apalagi mengatakan “Allah tidak adil”. Naudzubillahi min dzalik.
Mungkin hari ini kita tersiksa, karena tidak bisa menikmati masa muda seperti kebanyakan pemuda. Bersenang-senang dan larut dalam senda gurau. Tapi bukankah itu adalah kondisi terbaik yang seharusnya kita syukuri karena jika kita terjerumus dalam keduniaan nasib akhirat kita jadi tak karuan. Mungkin hari ini kita merasa pas-pasan dalam kondisi ekonomi, karena waktu-waktu yang harusnya kita kerja dan dapat uang kita habiskan untuk berpikir, beraktivitas dan mendarmabaktikan diri kita untuk kepentingan umat. Tapi bukankah itu adalah alasan terbaik yang akan dapat kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Yah, semua itu adalah alasan terbaik mengapa kita hari ini masih bertahan di atas jalan ini.
Namun demikian, bukanlah sebuah pembenaran jika itu semua menjadikan kita tidak maksimal dalam menunaikan amanah yang sifatnya duniawi yang seharusnya juga penting untuk kita tuntaskan. Bagaimanapun ketika kita memiliki berbagai pilihan hidup, maka pilihlah sebanyak mungkin yang terbaik yang sanggup kita pilih. Karena tidak ada istilah qanaah dalam usaha. Qanaah hanya ada dalam hati ketika merasakan nikmat. Adapun usaha haruslah selalu diluapi semangat tak kenal lelah dan optimisme. Para rasul tak dapat dikatakan gagal meskipun kelak di akhirat datang dengan pengikut yang sedikit atau bahkan seorang diri, sebab mereka telah mengupayakan segala usahanya di dunia ini. Begitulah kita, dakwah ini akan membuat kita berbuat banyak, baik itu dalam doa, pikiran, usaha dan ekspektasi kita.
Jalanku yang Terbaik
Ketika ditanya, apakah jalanmu itu jalan terbaik? Bingung lagi menjawabnya. Pertanyaan yang sangat menyesakkan untuk di jawab. Tetapi keputusan harus segera kita tentukan selagi panggilan dakwah ini telah datang. Atau kita hanya menjadi orang-orang yang bimbang dalam pertanyaan yang sebenarnya tidak butuh dijawab, tetapi dijalani dan dibuktikan. Yah, lakukan saja. Jalani sampai tuntas, tanpa harus menjawab dengan panjang lebar.
Apakah manhaj ini yang terbaik? Ini juga pertanyaan sulit. Tetapi aku memilih berpegang pada apa yang telah dipegang para ulama. Ini hanya sebuah sarana, bagaimana pun, ada pilihan bagi kita selagi kita mengerti dan memahami ilmunya. Selagi kita selalu berbaik sangka kepada Allah, maka Dia akan bukakan petunjuk di saat keraguan datang kepada kita untuk mengambil keputusan akibat banyaknya fitnah di zaman yang semakin tua ini. Kemudian, ada kata kunci bahwa kita harus senantiasa berpegang teguh di atas jalan ini dengan berjamaah. Itulah kunci persatuan umat yang akan mengantarkannya pada kemenangan.
Futuh adalah sebuah impian, dia bukan domain logika manusia. Tetapi Allah sudah menjaminnya bahwa suatu saat akan terwujud. Semua akan terjadi seiring dengan kesungguhan usaha dan keikhlasan para pengusung-pengusung dakwah ini. Kita yakini benar jalan ini, dan suatu saat pasti Allah akan mempersatukan saudara kita yang terikat dalam akidah yang lurus ini ke dalam barisan kaum mukminin untuk mentadbir kembali dan berjuang mengalahkan orang-orang kafir. Dan saat itulah daulah Islam akan kembali berkuasa di atas dunia. Semua dengan proses. Dan kitalah bagian dari proses itu. Dan kitalah yang harus berkontribusi memberi jawaban itu.
Realitas Kader Hari ini
Dan jika ditanyakan bagaimana kabar kader dakwah hari ini? Terkadang muncul pesimisme, tak terkecuali orang yang menulis risalah ini. Tetapi setelah mengingat bagaimana para Rasul itu telah berbuat, maka kita harus segera memupus rasa pesimisme hari ini. Saat ini, dakwah telah bergerak naik hingga nanti suatu saat berada di puncaknya.
Mungkin hari ini kita melihat banyak kekurangan di sana-sini dari diri kita, kawan-kawan kita. Hingga muncul pertanyaan apakah kita sudah siap untuk menyongsong mihwar dauly? Sebuah fase yang akan menguji nyali dan pengorbanan setiap kader dakwah. Mari pandang diri kita masing-masing. Seberapa serius kita mengejar kualitas diri baik dalam ibadah maupun kompetensi. Ingat, kualitas diri bukan pada kuantitasnya saja. Karena kualitas itulah yang akan menentukan seberapa besarnya pertolongan Allah pada kaum muslimin. Kualitas ibadah dan kekuatan doa akan mampu mengguncang pintu langit. Kualitas kompetensi akan menjadikan kita hadir sebagai solusi di tengah manusia.
Siapkah kita dengan tantangan dakwah hari ini? Mau tidak mau kita harus menjawab “SIAP”. Nahnu duat qobla kulli syai’ (kita adalah dai sebelum menjadi segala sesuatu). Semoga Allah memudahkan langkah kita semua!