Ceritanya beberapa hari yang lalu aku mendapatkan kabar gembira sekaligus cukup berdebar. Empat kelompok SIM yang telah mengirim karya di PPIPM Fair 2012 Universitas Negeri Padang akhirnya semua lolos menjadi finalis. Tiga kelompok di lomba karya tulis, satu kelompok di lomba penelitian. Waktu aku menerima kabar itu, di hatiku terucap syukur. Namun terbersit pertanyaan dalam hati, waduh gimana nih caranya agar dapat biaya untuk mengantarkan mereka pada impian itu. Ah, pasti bisa.
Setelah melalui pengarahan kepada adik-adik untuk segera mengurus pengajuan. Kemudian kulanjutkan dengan lobi dan locking ke bagian kemahasiswaan akhirnya aku mendapatkan kepastian angka untuk pendanaan mereka. Jika disiasati aku bisa mengatur dana tersebut untuk tiket 3 perwakilan tim. Bagaimana dengan satu tim yang lain. Ah ada ide, minta fakultas. Dan sesuai rencana, adik yang kuarahkan ternyata bisa melobi dan mendapatkan satu tiket pesawat. Senang rasanya di dalam hatiku, meskipun terkadang muncul rasa tak enak karena harus tegas kepada adik-adik bahwa tidak semua bisa berangkat ke tanah seberang. Beruntung sang ibu pembimbing (tante Er) bisa ku mintai tolong untuk menyelesaikan hal ini.
Akhirnya tinggal masalah penyelesaian surat tugas. Hari itu aku maraton melobi untuk mendapatkan surat tugas dan uang talangan. SMS teman-teman PH lagi pada sibuk. Yah, lagi-lagi tugas administrasi adalah makanan rutinku yang sering kulakukan ketika admin dan bendumku lagi riweh. Memang ada kepuasan tersendiri dimana saat target teraih dan pengalaman bertambah. Namun aku galau karena kemampuan ini masih sangat jarang tertransfer ke adik-adik atau bahkan teman sendiri. Kalau aku membuat statement bahwa mereka yang tidak peduli, tentu sangat buruk dan bahkan akulah yang sebenernya ga jelas. Hingga kini, permasalahan ini masih menggelisahkanku di akhir periode kepengurusanku ini.
Kawan-kawanku aktivis, sejak kemarin hingga hari ini mungkin kita telah terlelap dalam aktivitas kerja yang luar biasa. Terkadang orang luar mengatakan kita hebat dan dapat menyelesaikan berbagai tantangan. Tapi sadarkah bahwa itu semua suatu saat bisa menjadi tidak berharga? Ketika adik-adik kita tidak mengerti dan tidak memiliki tekad untuk meneruskan perjuangan kita. Tak membanggakan sama sekali jika kita mampu mencapai sebuah zaman keemasan namun kemudian semua itu tidak dapat membangkitkan semangat adik-adik tapi justru membuat mereka down atau bahkan lost vision. Jika down, mungkin masih bisa dipacu untuk berani. Tapi jika sudah lost vision, apa yang tersisa.
Kawan, sebuah pergerakan atau organisasi itu tidak cukup berhenti pada sebuah pencapain yang terlihat, tetapi sebenarnya terletak pada pewarisan nilai dasar yang selalu melekat pada adik-adik penerus kita. Mungkin mereka berbeda dari kita, mungkin liar atau bahkan 180 derajat dari tipe kita. Tetapi selagi nilai dasar itu di pegang, maka nasib pergerakan dan organisasi kita akan baik-baik saja. Sebaliknya, jika adik-adik kita tekan dan terus kita jejali dengan doktrin tanpa dasar nilai, mereka akan semakin manja dan akhirnya mengalami rasa bertanggungjawab semu. Sebuah jebakan pergerakan yang berbahaya, merasa berjuang padahal sebenarnya tidak ada visi yang kuat bagi mereka sendiri.