Tak terasa, sudah akan menjelang 24 tahun usiaku versi kalender hijriah ini. Sejak Allah membuka mataku melihat dunia di tanggal 5 Muharram 1411 H, kini sampailah aku pada tahun ke 1435 H. Sebuah karunia yang besar atas kehidupan ini, sekaligus waktu ujian yang lama jika diingati apa yang telah dilakukan selama hidup ini.

Seorang bocah desa yang dulu hidup dalam hijaunya desa, di lereng bukit. Dalam kungkungan dimensi yang kecil karena SD di Desa, SMP di kecamatan, SMA di Kabupaten, dan baru keluar kota ketika kuliah. Bahkan jelajah paling jauh ketika itu hanyalah kota Semarang, tempat paman tinggal. Itu pun pertama kali dilakukan ketika sudah kelas 3 SMP bersama almarhum kakek. Bahkan kota Jakarta pun pertama kali baru kulihat ketika aku menjelang semester 4 kuliah. Alangkah sedikitnya jejak petualanganku ini.

Kini pemuda yang culun dan polos itu ditakdirkan untuk bertemu dengan banyak guru dan mengembara ke banyak tempat. Tak ada yang bisa kuucap, selain hanya bahwa semua ini terjadi atas izin-Nya. Semua ini berlaku berdasarkan ketetapan-Nya. Kehidupan di masa kanak-kanak masih kudapati cerianya suasana TPA di desa, meskipun dengan pemahaman seadanya, tapi semangat masyarakat masih luar biasa. Kini, kenangan itu menggerakkan hatiku untuk menghidupkannya lagi, entah dengan berbagai cara dan memanfaatkan momentum yang ada.

Dipertemukan dengan sahabat terbaik yang selalu bersama dalam belajar dan berbagi, bak kakak beradik. Sahabat lain yang hingga kini selalu menjadi tempat berbagi inspirasi. Dipertemukan pula dengan sosok ulama karismatik yang mungkin setelah wafatnya tak banyak lagi guru-guru sehebat beliau. Dan saat itulah kesadaran akan makna hidup kutemukan.

Dipertemukan pula dengan sastrawan, seniman, musisi, tokoh inspiratif, dan orang-orang yang punya posisi strategis. Hingga akhirnya Allah mudahkan perjalanan sang hamba yang bodoh ini untuk melihat dunia-Nya yang luas. Bahkan tak pernah kuimpikan sekalipun untuk melihat Eropa dalam waktu yang dekat ini. Dan semua itu mungkin. Satu per satu kota di Indonesia pun Dia bukakan untukku.

Menjelang usiaku yang ke-24 ini, tak banyak yang ku minta kepada Allah, kecuali semangat untuk terus belajar, dan inspirasi untuk berbuat hal yang bermanfaat meskipun itu kecil. Biarlah dunia itu ada dengan keindahannya, kukagumi sebagai sarana mengagumi-Nya, namun tak mengambil hatiku dari-Nya. Hakikatnya perjalanan hidup yang panjang ini adalah belajar, belajar tentang makna hidup untuk menyempurnakan penghambaan pada-Nya. Terima kasih Allah atas karunia kehidupan ini.

1 Muharram 1435 H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.