Sehari kemarin di hari Kartini ketika banyak orang membuat peringatan untuk hari Ibunda yang telah memperjuangkan keadilan bagi kaum wanita Indonesia itu, aku memilih untuk menunggui kakek yang sedang sakit di RSI Klaten, rumah sakit yang sejak dulu seolah-olah menjadi langganan keluarga, mulai dari kakek dari ayah, kakek dari ibu, nenek dari ibu, ayah, dan ibu sendiri (semoga aku dan adik-adikku tidak ikut-ikutan ah). Kali ini adalah yang ke sekian (entah lupa berapa kali) kakek yang dari ibu sakit dan harus dirawat di RSI lagi.
Di rumah sakit atau pun di mana pun orang sakit, maka erang kesakitan dan berbagai keluh kesah sepertinya telah biasa kita jumpai. Aku tidak bermaksud bercerita tentang kakekku saja, tetapi ini adalah kejadian umum yang lumrah terjadi di tengah-tengah orang sakit. Baik sakit ketika muda, apalagi ketika menjelang usia tua, apalagi yang sebentar lagi game over.
Dalam sudut pandang Islam, sehat dan sakit sebenarnya hal yang lumrah dipergilirkan oleh Allah. Bahkan realitanya, Allah itu sangat adil sehingga dari kebanyakan manusia, dalam setahun hadiah sakitnya jauh lebih sedikit dari pada sehatnya. Makanya sangat disayangkan ketika orang sakit, ngeluhnya sampai mengutuk dan mengatakan tuhan tidak adil segala. Jarang sakit, sekali-sekalinya sakit keluhnya minta ampun, seolah-olah lupa bagaimana Allah memberikan sehat yang tak terkira lamanya.
Lebih lanjut, sakit adalah salah satu anugerah Allah agar dosa-dosa hamba-Nya terhapuskan dan derajat hamba-Nya dinaikkan sebab keikhlasannya menghadapi ujian ini. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ada seorang wanita yang memiliki penyakit turunan epilepsy (ayan) yang ketika kumat maka auratnya terbuka. Maka ia mengadu kepada Rasulullah agar didoakan sehingga sembuh. Rasulullah tak langsung mengiyakan (karena doa nabi mustajab kan), tapi beliau memberi dua pilihan, jika dia rela dan ikhlas dengan sakit yang diberikan itu maka Allah menjamin baginya syurga, jika dia ingin sembuh belum tentu ada jaminan syurga baginya, maka wanita tadi memilih rela dengan sakit tetapi minta didoakan agar setiap kambuh auratnya tetap terjaga sehingga tidak mengganggu orang-orang di sekitarnya, dan nabi pun mendoakannya. Nah, inilah kecerdasan orang yang beriman sehingga di antara dua pilihan pun dia tetap cerdas untuk memilih semua kemungkinan, syurga dapat, kemustajaban doa nabi juga dapat.
Yang sangat disayangkan, khususnya dikalangan masyarakat yang masih diwarnai berbagai klenik adalah mereka menjadi irasional ketika sedang sakit. Sudah tidak tahan dengan sakit yang diberikan, mereka percaya saja dengan berbagai statemen yang berkembang untuk penyembuhan dengan cara kilat, seperti datang ke paranormal alias dukun alias orang pintar (pintar ngapain). Padahal mendatangi tempat-tempat orang ginian garansinya adalah shalat dan ibadah yang tidak diterima oleh Allah selama 40 hari. Sembuhnya dapat tapi imannya entah ke mana.
Realita ini berlangsung nyata, karena orang itu berikhtiar dengan berbagai cara baik secara syar’i (artinya berobat dengan dengan bekam dan obat herbal atau periksa ke doctor medis dan mengikuti terapi sesuai hasil penelitian) atau dengan cara potong kompas (datang ke orang pintar, meminta bantuan jin, atau ziarah memohon berkah di kuburan wali atau yang lebih parah dari itu) bisa saja Allah menjadikan kesembuhan untuknya. Tapi Allah menghendaki ikhtiar yang terbaik agar sakit yang diderita hambanya memiliki nilai yang tinggi dan dapat menghapuskan dosa hamba-Nya.
Jadi ikhtiar untuk sembuh itu seharusnya rasional sebagaimana Rasulullah teladankan, dengan menu makanan yang sehat, bekam, obat herbal, atau periksa kepada dokter medis dan sabar menjalani rasa sakit itu dengan ikhlas. Bukan malah mencari jalan pintas “yang penting sembuh“. Semoga bisa menjadi ibrah bagi kita semua.
Semoga kakek diberi kesabaran dalam menghadapi rasa sakit ini, menjalani terapi dokter dengan disiplin sampai Allah menghendaki kesembuhan baginya.