Komitmen

Setelah ditutup dengan makan malam, FGD berakhir dan saatnya tidur untuk melanjutkan agenda esok hari. Yaitu jalan-jalan ke Watu Gendong. Sebenarnya tujuan utamanya bukan untuk itu. Tapi itulah yang kami katakan untuk adik-adik kami yang super manja dan gendeng abis. Sampai-sampai ayahku bilang, “Adik-adikmu itu meskipun gendeng-gendeng gitu kalo diskusi bagus banget ya”. Dalam hatiku, iya dong yah, siapa dulu kakak-kakaknya.

Matahari terbit lagi dan perjalanan pun di mulai. Dengan rute yang lebih jauh akhirnya sampailah kami di suatu tempat yang dulu kuanggap angker karena penuh mitos, yaitu watu Gendong, kisah lengkapnya baca di sini. Pagi ini aku punya target untuk memanjat batu yang lebih tinggi dari panjatan yang terakhir. Ditemani 2 adik yang pemberani akhirnya kami sampai di atas sambil mengejek yang lain yang tidak berani naik atau gagal naik. Mode menjulurkan lidah.

Di sana lagi-lagi kami berfoto ria dengan berbagai tingkah yang tidak jelas. Yah, memanglah aku berkesimpulan bahwa keluarga SIM itu disamping keren-keren berkarya, narsisnya ga ketulungan. Ga ibunya, bapaknya, maupun akan-anaknya semua adalah narsiser sejati. Sebuah keluarga yang sangat kucintai dan sangat membuatku menikmati kebersamaan menyelesaikan amanah selama di SIM ini. I love you all.

Karena asyiknya foto-foto, sampai-sampai ada seorang yang bertanya, mas lah kita hari ini cuma jalan-jalan gini to? Baru tersadar dan buru-buru ku jawab, tidak. Agenda penting kita hari ini bukan ini. Sekarang kita pulang dan menuju balai desa. Jalan lagi cukup jauh sampai pada kehausan dan kelaparan. Biarin, mendidik mereka dalam suasana yang berat perlu sering-sering dilakukan untuk meningkatkan ketahanan mereka.

Di balai desa itulah titik komitmen akhirnya ditagih. Sebuah penegasan sikap mereka ke depan untuk SIM harus dimunculkan. Sebuah jawaban tegas untuk sebuah pilihan harus dihadirkan. Sebuah kejelasan sikap harus ditunjukkan. Dengan kupandu dengan sebuah prolog sejarah SIM yang dikuatkan oleh saudariku Erny Ratna, akhirnya mereka menuliskan secarik komitmennya ke depan. Sampai bahkan ada yang menangis. Mengharukan tetapi juga sedikit melegakan untuk kami mengingat satu pekan lagi musang akan segera dilakukan.

Di musang nanti, harapannya semuanya sudah siap dan mampu menjadi sebuah simpanan perubahan ketika masa transisi nantinya. Dan itulah sekian dari ikhtiar kecil kami agar adik-adik kami nanti lebih kuat dan lebih hebat dari kami nantinya. Semoga ikhtiar ini berbuah manis pada waktunya nanti.

Pemimpin yang hebat itu bukanlah mereka yang berhasil memperoleh pengikut, tetapi para pemimpin yang mampu menjadikan generasi berikutnya sebagai pemimpin-pemimpin yang lebih hebat darinya (Indrawan Yepe)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.