Hari H pun tiba. Karena begitu bosannya duduk dan tebar senyuman di hadapan para hadirin. Setengah hari usai shalat Dzuhur, beliau tiba-tiba nimbrung di kalangan tamu laki-laki, bukannya menemani istrinya makan siang bareng. Kawan-kawan kampusnya justru heran dan meledeknya. Semua pun tertawa parah lihat sang pengantin laki-laki yang malah menghilang di kerumunan orang.

Masa-masa awal yang indah itu jadi lucu. Kata beliau, rasanya kikuk tiba-tiba ada akhwat yang begitu dekat dengannya, pegang-pegang tangan lagi. Trus bingung mau ngobrolin apa. Pokoknya itu ada rasanya tersendiri, lucu dan sangat romantis. Di benakku, itulah romantisme yang aneh tapi akan selalu terkenang. Kami makin tergelak-gelak habis ketika beliau bercerita masa-masa di awal itu (maaf saya rasa tidak perlu saya ceritakan dan ini juga bukan tentang yang sifatnya pribadi). Hal-hal yang sebenarnya umum untuk disaksikan banyak orang sebagai pasangan suami istri menjadi cerita yang kocak dan lucu untuk kami dengarkan.

Dan hari ini, rumah tangga itu telah dikaruniai seorang putri. Rumah tangga yang unik dan penuh dengan inspirasi. Barangkali dari sekian kisah yang panjang dan kocak itu, ada satu pesan yang paling menancap di kepalaku, yakni meluruskan niat saat menikah. Itu saja, karena yang lain-lain adalah bonus yang akan datang. Hal yang membuatku tersipu malu dengan diriku sendiri yang masih jauh dari apa yang beliau lakukan dan persiapkan. Alangkah jauhnya.

Aku hanya berharap pada Allah agar mendapatkan pertolongan untuk menjalani masa-masa persiapan dan penantian ini. Kisah ini kubagi untuk menasihati diriku dan para pembaca sekalian yang rindu membangun keluarga. Ini adalah kisah inspiratif, jika tertarik maka cara ini adalah cara yang baik. Jika pun tidak, maka tidak ada buruknya bagi yang telah membaca ini. Aku pun tak tahu warna apa yang akan kupilih nanti. Itu ada dalam hatiku. He he.

Sebenarnya ini adalah review ingatanku di tengah angkot yang macet di sepanjang perjalanan Parung-Bogor untuk menuju stasiun. Dan kereta komuter itu pun mengantarkanku ke Universitas Indonesia. Selamat tinggal Bogor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.