Maaf jika tidak bisa memilih judul yang baik. Kali ini aku hanya ingin berbagi tentang apa yang sering menjadi kebiasaan kita waktu Ramadhan. Kali ini aku merasakan Ramadhan yang paling berbeda dengan 4 kali Ramadhan sebelumnya saat memasuki dunia kampus. Iya, sebelumnya aku anak kos yang bisa jalan-jalan menikmati shalat tarawih di tempat yang kusukai. Biasanya yang makanannya banyak. Atau yang bacaan imamnya bagus banget (lama pun tidak masalah). Atau yang kebetulan ada ustadz keren yang ceramah di sana (keren tidak identik dengan terkenal, dia keren karena dikenal kompeten). Atau kalo yang masjid kampung yang shalatnya paling cepat dan ceramahnya tidak kelamaan.
Tapi Ramadhan ini sangat berbeda. Karena menjadi penghuni kamar takmir di sebuah masjid, maka otomatis selama Ramadhan ini aku harus standby di masjid terus tiap malam. Apalagi karena libur kuliah, adik-adik yang masih junior pada mudik dan memilih libur di rumah, sebulan penuh. Ya sudah, ngalah sebagai yang tua, toh pulang juga malah lebih sepi. Di sini dapat banyak gratisan, setiap kali buka. Kalo banyak kadang-kadang bisa dipakai buat sahur. Irit!
Ups, tapi tenang, inti tulisan ini bukan masalah makanan dan yang gitu-gitu deh. Karena hampir setiap malam aku standby di masjid akhirnya mau tidak mau mendengar nasihat para penceramah. Dan inilah titik kegelisahanku setiap kali tarawih sejak beberapa Ramadhan ini ketika pikiran ini sudah mulai mengenal dengan agama yang kupeluk sejak kecil ini. Di masjid yang takmirnya jalan dan jamaahnya ramai pada saat Ramadhan, kultum tarawih dan subuh berjalan konsisten saja tentu kita sudah sangat bersyukur, bahkan bisa sujud syukur berkali-kali. Tapi apakah kita tidak melihat setiap kali ceramah tarawih dan subuh penyampaian materinya dari sejak Ramadhan 10 tahun yang lalu dengan yang hari ini sama saja, menyangkut teknis puasa, dibacakan, dan jarang mengangkat refleksi realitas sosial untuk menggerakkan jamaah agar segera melakukan perubahan yang lebih berarti. Saking monotonnya, maka kalau pun aku mendapat giliran berceramah atau pun menggantikan yang mendadak izin aku juga berusahan memilih dengan model pengisahan sebelum akhirnya menyampaikan kesimpulan, entah bisa ditangkap maknanya atau ya sekedar didengarkan saja.
Barangkali itu akan dialami banyak masjid di pedesaan yang kondisi ke-Islam-an warganya masih tahunan. Masjid yang imam-nya masih memilih bacaan-bacaan yang paling pendek dengan tempo yang paling efisien semacam ini, bahkan terkadang imam yang diajukan seadanya berdasarkan usia (menyalahi aturan kan dari ketentuan yang digariskan nabi), tentu akan tetap stagnan dan hanya menjalani siklus tahunan Ramadhan.
Inilah sesungguhnya masalah utama kita. Bahkan yang menyedihkan adalah ketika mahasiswa pun gagal mengisi materi dengan pendekatan bahasa yang paling enak di telingan masyarakat. Tak jarang kosakata alien muncul di setiap penjelasan yang lebih sering menjadi pamer kemampuan berorasi ketimbang menasihati umat yang hari ini telah dididik televisi dengan sepak bola, sinetron, dan gosip sehingga kehilangan ruh kerja sebagai salah satu ibadah yang mulia.
Ramadhan memang akan hadir setiap tahun, tapi apakah ia hanya menjadi masa kebangkitan umat Islam atau hanya menjadi siklus tahunan masyarakat kita. Masyarakat yang katanya mayoritas Islam dan terbesar di dunia. Tapi sampai hari ini belum bisa bersatu untuk menjadi bagian dari solusi bangsa ini, khususnya kebodohan dan kemiskinan yang terus melilit dan menjadikan negeri ini semakin rendah di mata internasional.
Ah, ini hanya kegelisahan seorang yang kurang kerjaan mungkin. Tapi jika Anda adalah pemuda atau mahasiswa, semoga ada kecamuk membara dalam dada Anda setelah membaca tulisan ini. Karena apa yang Anda bahas di kampus, masalah kepemimpinan lah, politik lah, dakwah kampus lah, solusi bangsa lah, semua akan mentah mana kala kita tidak pernah berhasil menangkap bahasa masyarakat sejak kita masih muda seperti hari ini. Jika kita tak mengerti bahasa mereka, jangan harap akan menjadi solusi perubahan bagi bangsa ini, justru kita akan menjadi daftar baru kaum ekslusif yang “akan difitnah untuk disingkirkan“.
Jadikan Ramadhan kita semakin bermakna!