Berawal dari refleksi terhadap diri sendiri yang bodoh dan melihat realita di lapangan per-dakwah kampus-an yang mengalami dinamikanya. Kiranya ada sebuah sharing yang perlu diungkap untuk menjadi bahan renungan dan tindakan bersama. Direnungkan tanpa tindakan nyata, mumet. Dilakukan tanpa melalui perenungan, ra mutu. Jadi sedikit sharing tentang buku-buku penting yang sebaiknya menjadi makanan para aktivis dakwah kampus hari ini.

Aku tidak tertarik untuk membuat pembedaan tentang aktivis kampus dan aktivis dakwah kampus, selagi KTP, kartu pelajar, atau biodata mereka mencantumkan diri sebagai mahasiswa beragama Islam (dan islamnya ahlus sunnah wal jamaah). Kerena hakikatnya menjadi aktivis mahasiswa (dan dia muslim), seharusnya dia adalah prototipe pemimpin yang bisa mengayomi umat (dalam hal ini tidak hanya kepentingan umat Islam saja, semua umat dalam koridor kebaikan dan kemaslahatan bersama). Jadi jangan bikin dikotomi deh antara aktivis dakwah kampus dan aktivis kampus lainnya jika memang sama-sama satu akidahnya.

Berikut senjata intelektual ruhyah yang seharusnya dimiliki para aktivis kampus, baik dibawa di tasnya, di simpan di rak kosannya (untuk di baca) dan yang di sharingkan ke teman-temannya.

  1. Al-Quranul Karim, jelas banget. Kalau sampai ga punya ini, ga modal buat punya sendiri (yang lengkap ada terjemahannya), ga di baca tiap hari jelas ini masalah berat dan berbahaya di jagad keaktivisan dan dakwah kampus
  2. Hadits Arba’in (jika ingin yang masih merasa berat untuk baca kitab induknya yang lebih tebal seperti shahih Bukhari, Muslim dan imam-imam yang lainnya) dan sharahnya
  3. Shirah Nabawiyah, salah satu yang recommended karya Syaikh Syafiyurrahman al-Mubarakfury. Ini kitab role model dan sebaiknya dikhatamkan sebelum kita membaca biografi-biografi yang lain. Karena jelas sekali kan dalam sudut pandang keyakinan kita, kehidupan Muhammad shallallahu alayhi wa sallam itu kan perfect life, jadi ketika kita mengulas biografi orang lain, framenya distandarkan dengan beliau, bukan malah kebalik-balik
  4. Shirah-shirah sahabat dan para ulama, paling ga Khulafa Rasyidah dan sahabat-sahabat utama yang lainnya, baik putra maupun putri. Mengapa? Jadi aktivis itu kudu punya banyak inspirasi untuk solusi masalah di sekitarnya, luwes dan selalu punya cara terbaik. Bukan kaku dan kurang ilmu.
  5. Buku-buku praktis tentang SOP Ibadah dan Syariah. Sekarang kan udah menjamur dengan judul Sifat ……… Nabi (shalat, puasa, zakat, dll) dan referensinya terpercaya. Apalagi kalau haditsnya sudah ada keterangan dari Syaikh al-Albani-nya deh, udah recommended banget itu. Masak aktivis dakwah kampus standar ibadahnya masih Qiila wa Qaala. Ilmiah dong!
  6. Buku-buku induk sejarah pergerakan Islam. Jika Anda penyuka pergerakan Islam kontemporer, maka luangkan waktu untuk membaca buku-buku induknya. Katakanlah kita tertarik dengan dakwah Ikhwanul Muslimin, ya berarti baca Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin yang dirangkai dari perjalangan dakwah Hasan al-Banna dan didukung tulisan-tulisan orang-orang lain yang meneruskan dakwahnya. Dalami nilainya dan pahami substansinya. Atau tertarik dengan dakwah yang diusung Hizbut Tahrir, ya berarti cari sumber sejarahnya tentang kebangkitan Hizbut Tahrir dan sebagainya. Jadi aktivis tapi cuma makan doktrin cerita senior, jangan harap akan dapat pencerahaan. Salah-salah di tengah jalan akan kau temui kecewa yang bersumber pada kebodohan kita sendiri. Karena berbicara keikutsertaan dakwah dalam sebuah pergerakan Islam itu sebenarnya lebih bagaimana memahami teknis bergerak dan mengimplementasikan dakwah. Asal pemahaman akidahnya benar, pasti kita memilih pergerakan dakwah yang secara garis besar mengusung akidah yang benar (ga mungkin gabung di Syiah dan segala pergerakannya, ga mungkin gabung di Ahmadiyah dan yang sejenis itu).  Jika sudah begitu, sebenarnya kan tinggal fastabiqul khairat kan! Dan pasti kita ga akan kurang kerjaan dengan serang sana-sini, karena sesama pejuang ada etika menasihati yang paling bijak.

Nah, kiranya 6 senjata itu saja sudah banyak. Wah harus beli dong? Ya iyalah, investasi masak ga bisa, bisa browsing, beli buku sendiri, pinjam (tapi nek pinjam harusnya dikembalikan, ga ditilep lama sampai yang dipinjami lupa #ups itu aku).

Masak beli Android aja bisa tiap model baru muncul, nyisihin buat beli buku-buku penting seperti itu justru tidak mampu. Aneh sekali kan kita.

Semoga ini bisa menjadi pengingat bagi diriku, yang dikatakan orang-orang sebagai aktivis di kampus (gara-gara menerima beasiswa akvitis segala sih) dan teman-teman yang disebut aktivis kampus oleh teman-teman sekelasnya lantaran sibuk, setelah kuliah tidak langsung bubuk (tetapi) gedebukan ke sana ke mari ngurus kegiatan yang kadang buk (kurang dana). Semangat untuk semuanya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.