Tentang maisyah, hari ini kita tidak perlu tertipu dengan banyak orang yang telah kaya dan berkarier sukses. Tak semua dari mereka sehebat yang terlihat oleh mata. Kata orang Jawa, semua itu hanya wang sinawang. Hanya tipuan mata, seolah-olah luar biasa. Beliau memberikan banyak kisah tentang orang-orang yang selama ini di mata kami sukses luar biasa, ternyata mereka memiliki banyak masalah yang mungkin lebih bermasalah dari pada masalah yang kami rasakan (karena jomblo sejati).

Lagi-lagi aku menggarisbawahi hidup itu yang penting jujur dalam menjalani, jika memang jatahnya sedikit tak usah sok berlebihan, jika berlebih tak usah kelewatan. Wara’ dan tetap mencontoh akhlak Rasulullah dalam membelanjakan hartanya untuk kebaikan. Meskipun tak pernah bisa menyaingi beliau (yang memang tak membutuhkan dunia lagi), karena bayangkan saja seperlima harta rampasan perang yang memang menjadi hak beliau (berarti gedhe banget kan) terkadang habis dalam hitungan sekejap karena pengasihnya beliau pada orang-orang yang membutuhkan.

Yang terakhir adalah tentang amanah, baik amanah dakwah maupun amanah yang lain-lainnya. Aku dulu pernah berpikir bahwa melepas semua amanah dan jadi orang yang free akan seperti burung yang lepas dari sangkarnya. But, ternyata tidak. Aku membuktikan bahwa ketika aku mau “bertahan” seperti yang telah kulakukan sejak Dakwah Sekolah menyapaku dahulu, maka aku mendapatkan balasan yang lebih besar dari sekedar apa yang kulakukan ini. Allah maha indah dan maha cerdas karena selalu mempertemukanku dengan lautan-lautan ilmu sehingga semakin mendekatkanku pada-Nya meskipun diri ini belepotan dengan kemaksiatan dan dosa. Masih bisa istighfar, masih bisa berdoa dan selalu dapat menikmati ibadah yang Dia titahkan padaku.

Di kehidupan masyarakat nanti, tantangan amal dakwah itu semakin nyata. Kita tidak sedang berbicara ideology-ideologi tingkat teoritis seperti di kampus-kampus saat ini. Kita sedang berpikir bagaimana mengembalikan kejayaan umat ini dengan perbaikan moral dan akhlak. Bukan perang, bukan pula kebencian. Maka adalah sangat indah ungkapan syair yang pernah disenandungkan oleh the Brothers .…..“mula diri keluarga sahabat masyarakat dan negara“. Ini kalimat lagu perjuangan mereka dan kami.

Membina diri agar semakin berperilaku positif, diikuti dengan pernikahan dengan pasangan yang memang siap menjadi seperti Ainun (bahasa nge-trend-nya sekarang), tapi lebih tepatnya seakan-akan Khadijahnya kita, kemudian dimulai dengan membangun komunitas yang sadar belajar dan membangun kesatuan ukhuwah, menghidupkan masjid dengan shalat berjamaah dan selalu bertutur sopan pada tetangga-tetangga yang non-muslim, kemudian diikuti dengan perbaikan sendi-sendi kenegaraan dengan perbaikan pemimpin dan perbaikan konstitusinya. Dan semua itu butuh para mujahid-mujahid modern di abad ini, yang dapat memainkan peran strategis. Semua itu dimulai dari diri yang beres ruhyah, fikriyah, dan jasadiyahnya, kemudian pasangan yang selalu setia dan mengerti visi besar dakwah ini.

Dan ini sangat membuatku terlena dalam ekstase halaqah. Tak kuasa aku sebenarnya ingin menangis di akhir halaqah tadi malam. Tapi karena malu pada semua yang hadir (lha cowok semua) tak jadi dan terlupakan untuk menangis. Ya Allah, siapa pun yang akan menemaniku di sisi nanti, semoga dia menjadi orang yang membuatku semakin kuat, yang siap mengusirku dari rumah ketika “enggan” tengah menyelimutiku saat akan melakukan tugas, yang memotivasiku ketika aku merasa tak kuat memikul amanah, yang mendampingiku ketika aku rihlah mujahadah, dan yang akan mendidik anak-anakku agar menjadi investasi akhirat terbesar kami.

Dan liqo berakhir bersama hujan yang mereda. Kami semua berpisah dalam kehangatan ukhuwah.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.