Semakin hari semakin kacau saja rasanya berita di negeri ini. Pemerintahan yang makin dagelan, politisi yang makin ga karuan, dan rakyat yang kebanyakan semakin liar dan susah di atur seolah-olah menjadi pemandangan yang sah untuk dipertontonkan lewat layar kaca maupun media massa-media massa di tanah air. Dan ini bisa jadi menghasilkan pesimisme kelas akut di kalangan masyarakat yang memang penonton televisi, pembaca surat kabar, dan kicauan jejaring social.

Alhamdulillah hari ini aku dapat salah satu masukan penting dari insan yang telah malang melintang di dunia jurnalistik. Sebagai orang yang sangat senior, yang kata beliau akan segera game over beliau memberikan banyak wejangan penting dan bermanfaat. Salah satunya adalah aku mendapatkan beberapa poin penting untuk memperbaiki arti tentang tabayyun (klarifikasi). Banyaknya berita yang berserakan sampai menyampah yang masuk di kepala kita hari ini baik kita minta atau pun tidak harus kita hadapi dengan cara terbaik agar kita tidak teracuni oleh hal-hal semacam itu.

Dalam dunia sekarang yang semua serba cepat dan penuh perubahan, maka tabayyun terhadap kebenaran suatu kejadian menjadi penting. Berbagai kesimpangsiuran yang terjadi sangat membingungkan. Karena media itu pandai membuat berbagai opini. Dan dari beliau ini aku pun mendapatkan penyegaran cara pandang baru, terutama tentang mental orang Indonesia yang memang jujur harus diakui keberadaannya sampai sekarang, yaitu mental penjilat alias asal bapak senang. Media itu tidak semata-mata dependen karena pemiliknya, tetapi juga oleh kualitas awaknya. Jika nahkoda para awaknya berintegritas, maka anak buahnya akan mengikuti. Sebaliknya ketika nahkoda dan awaknya sama-sama penjilat maka media itu akan kacau balau. Tidak perlu istilah sistem kendali dan sebagainya, cukup sikap buruk yang telah tertanam sejak masa Belanda bercokol di negeri ini masih bersemayam di hati-hati kita, maka kekacauan ini terjadi.

Konsep tabayyun di masa yang media sulit dipercaya kebenarannya ini adalah dengan kekuatan jaringan. Semakin kita punya jaringan efektif dengan orang-orang yang dapat dipercaya maka kebenaran-kebenaran berita yang kita inginkan dapat kita peroleh dengan cepat sehingga menenteramkan kita. Atau pun setidaknya kita bisa segera diam dari melakukan hal yang tidak penting ketika timbul berbagai kesimpangsiuran opini masyarakat. Karena kata orang diam itu emas, yah diam dan tidak banyak berkicau itu lebih baik. Lalu bagaimana jika kita juga sulit memercayai orang lain? Kalau begitu ada dua kemungkinan, apakah kita yang terlalu skeptis atau memang orang lainnya yang memang pembual. Kalau aku pribadi lebih memilih opsi pertama, kita yang terlalu skeptis.

Apa pun itu, perbincangan di salah satu rumah makan yang penuh dengan instrumental gending-gending Jawa ini mampu membuatku tersadar bahwa sebagai kaum intelektual harus semakin waspada dan mengasah ketelitian dalam berpikir. Kata kunci yang beliau sampaikan, kita sudah diberi standar yang jelas tentang baik dan buruk dari Quran dan Sunnah, tinggal kita perbaiki keyakinan kita kepada Allah dan memohon petunjuk agar dimudahkan untuk memahami realita. Memang sudah seharusnya kaum intelektual itu detil dan awas dalam menimbang banyak hal. Jangan sampai cara kita menghadapi realita sama dengan mereka yang hanya mengerti uang dan kerja. Kita berbeda dengan mereka, karena pertanggungjawaban kita kepada Allah juga tentu berbeda. Ilmu yang Dia anugerahkan untuk kita adalah kereta ekspress yang akan membawa kita ke syurga, sekaligus juga ke neraka ketika kita salah memilih stasiunnya.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.