Planetarium Negara, Muzium Kesenian Islam Malaysia dan Masjid Negara

Usai berpuas-puas cuci mata dan sedikit belanja souvenir di Pasar Seni, kami melanjutkan perjalanan ke kawasan pusat Islam di Kuala Lumpur, Masjid Negara. Di kawasan itu, berdiri megah pusat keagamaan Islam wilayah persekutuan Malaysia atau dalam bahasa kita Departemen Agama khusus Islam. Di sampingnya ada kantor Televisi Al-Hijrah.

Di sampingnya lagi ada Muzium Kesenian Islam Malaysia (Islamic Art Museum Malaysia), sebuah gaya penyingkatan yang bagus I AM Malaysia. Ketika dahulu Raihan menerbitkan album Demi Masa, tempat itu dipilih untuk foto cover albumnya.  Dan sebelah atasnya ada Planetarium Negara, besar kemungkinan itu adalah salah satu tempat yang dipilih untuk film Syukur 21 dahulu bersamaan dengan Pusat Sains Negara Malaysia di pinggiran kota Kuala Lumpur.

Kunjungan pertama kami lakukan di Planetarium Negara. Di situ aku melihat bagaimana Malaysia juga membuat taman Iptek & Antariksa yang sangat visioner ke depan. Menurutku itu sudah sangat canggih. Sayangnya karena aku belum pernah main ke pusat Iptek yang di Jakarta aku tidak bisa membandingkan apakah wahana yang dimiliki Indonesia jauh lebih baik atau justru tertinggal. Kami menikmati permainan yang ditawarkan di sana, termasuk game penyelamatan bumi dari tumbukan asteroid. Aku masih penasaran dengan sensornya, karena gamenya berupa layar yang disorotkan dari LCD dan kaki-kaki kita menekan tombol-tombol di layar hasil pancaran LCD.

Usai dari sana, perjalanan kami lanjutkan ke Muzium Kesenian Islam Malaysia. Hanya dengan 10 MYR kami bisa mengakses seluruh galeri umum yang menampilkan masa lalu kejayaan Islam. Rupanya harga untuk wisatawan Indonesia dengan non-Indonesia berbeda, karena sebelumnya mereka membayar 12 MYR. Galeri pertama yang kami kunjungi adalah bangunan-bangunan masjid besar di dunia. Masjid-masjid yang bersejarah baik di dua tanah haram maupun berbagai belahan dunia memberikan pesona khas gaya arsitekturnya.

Di galeri yang lain, kami dapati mushaf al-Quran dari masa ke masa. Dari masa penulisan di suhuf yang berbentuk rangkaian huruf Arab tanpa titik yang sulit dibaca hingga menjadi mushaf super mudah seperti hari ini. Di galeri lainnya kudapati berbagai khazanah pedang dan persenjataan yang pernah digunakan kaum Muslimin ketika masa kejayaannnya. Di galeri yang lain, kudapati peninggalan pakaian dan aksesori kesultanan-kesultanan Islam yang banyak jumlahnya.

Tak lupa, ornamen-ornamen hias yang dibangun di masa keemasan Islam sangat memesonaku. Segala puji bagi Allah, jika di masa keemasan Islam mereka mampu mewariskan berbagai karya peradaban yang agung seperti itu, mengapa justru sekarang kita menjadi tertinggal dan hanya ribut dalam jebakan penghinaan sesama kaum muslimin. Bukan perbedaannya yang jadi masalah, tetapi cara menyikapi dan menyelesaikan perbedaannya yang kadang membuat kita mengelus dada. Ada apa dengan akhlak umat Islam hari ini yang begitu liar, beringas, dan suka menyalak ketika menasihati saudaranya. Tak bisakah rasa cinta itu diwujudkan dalam perangai terbaik seperti yang telah dicontohkan Rasulullah?

Dan tahukah? Muzium Kesenian Islam Malaysia adalah tempat untuk pembuatan cover album Raihan yang bertajuk Demi Masa. Ah, ternyata album yang dulu hanya kupandangi foto-fotonya sekarang telah kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Tempat-tempat yang dulu dijepret sang fotografer untuk para munsyid papan atas itu masih kuat tersimpan dalam ingatanku meskipun hari ini lagu-lagunya sudah tak sering kunikmati seperti dahulu. Yah, begitulah kami para pelancong menikmati hari-hari yang damai ini.

Usai berpuas di sana, kami pun beristirahat di depan masjid negara. Satu kejutan yang tidak kami sadari bahwa penjual makanan di depan masjid itu ternyata adalah orang Cilacap. Begitu hal itu kita ketahui, kami pun kembali kedunia kami dengan percakapan bahasa Jawa. Ah, ternyata masih banyak saudara setanah air yang tinggal di sini. Mereka datang demi mencari penghidupan yang lebih baik ketika tanah airnya membuatnya menutup mata untuk melihat sisi kehidupan yang lain. Tak banyak yang kami lakukan di Masjid Negara yang merupakan masjid terbesar di wilayah persekutuan Malaysia itu. Kami hanya shalat dan berfoto ria, sambil mempotret juga turis-turis asing yang berkunjung dan mengubah busana mereka dengan gamis sebelum masuk. Amboi, gadis-gadisnya cantik sekali ketika menggunakan jilbab. Jika mereka saja cantik, mengapa para wanita muslim masih menunda untuk mengenakan jilbab ya. Semoga kesadarannya segera tumbuh untuk menyambut perintah Allah ini.

bersambung ….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.