Kecerdasan Lobi & Kapitalisasi Ekonomi Singapura

Tentu kita pernah mendengar bahwa Singapura adalah bandar pemberhentian kapal yang saling melintas dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifi. Dari Selat Malaka menuju Laut jawa. Yah, di perjalanan pulang kami, bus melewati kawasan bandar pelabuhan yang panjang itu dengan ribuan peti kemas yang tertumpuk menunggu antrian diangkut kembali setelah ditahan otoritas pelabuhan demi mendapatkan bayaran. Inilah alasan mengapa kegiatan ekspor dan impor kita menjadi mahal, karena ada bea tambahan saat melewati kawasan laut Singapura. Bukankah kita punya Batam? Maaf, kita masih tertinggal jauh dalam lobi dan penyediaan fasilitas.

Tentu saja Singapura adalah pion utama kapitalisme barat yang sengaja di tanam ditengah-tengah negara Asia Tenggara. Indonesia dan Malaysia adalah dua negara besar dengan penduduk mayoritas Islam yang memiliki kesamaan sejarah dalam perjuangannya. Bedanya, Indonesia berhasil merdeka tanpa menunggu hadiah dari Jepang dan tegak berdiri sebagai negara kesatuan yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Sedangkan Malaysia merdeka dengan hadiah dari Kerajaan Anglikan Inggris dengan bentuk federal atas 9 negara kesultanan dan 4 wilayah administratif di bekas penjajahan Inggris. Tetapi kesamaan keduanya adalah jika mereka bangkit menjadi raksasa Asia bersamaan dengan kebangkitan Islamnya, maka itu akan menjadi inspirasi kebangkitan dunia Islam yang telah berhasil diruntuhkan tahun 1924 silam.

Sebagai pion utama kapitalisme di timur, maka tidak perlu heran bila kantor perwakilan Google, Paypal dan segala hal yang pusatnya di Amerika Serikat rata-rata berada di Singapura. Untuk apa? Tentu saja memantau pergerakan, pertumbuhan dan penguasaan ekonomi masyarakat di Asia Tenggara, khususnya di kedua negara yang mayoritas muslim tersebut. Silahkan Anda mau sebut apa terserah. Konspirasi. Jaringan kapitalisme internasional. Atau apa pun itu, yang pasti negara super kecil ini memiliki penguasaan ekonomi yang luas dan menjangkau seluruh kawasan Asia Tenggara.

Tapi, Singapura saat ini didera masalah di mana di beberapa tahun yang akan datang, mereka akan kekurangan generasi muda karena semakin banyak orang-orang yang tidak mau menikah dan memiliki anak. Benarkah? Itulah problematika umum di kawasan negara-negara maju saat ini. Dan kelak penguasaan itu bisa jadi beralih ke orang-orang muslim yang telah menjadi warga negara di sana. Aku masih ingat di Jerman ketika itu banyak orang yang tidak mau menikah dan memilih bikin jadwal mingguan saja dengan pacarnya. Sedangkan masyarakat muslim baik pendatang dari Arab, Turki, Afrika, maupun Eropa memiliki anak banyak, bahkan ada yang mencapai belasan.

Ini tentu saja adalah potensi untuk mengambil alih jika bangsa kita sadar. Tetapi sudahkah hal ini dipahami? Entahlah, bahkan realita politik pada kaum elit negeri ini malah lebih buruk dari perseteruan anak-anak PAUD yang sedang berebut mainan. Tapi aku optimis bahwa hari ini ternyata masih banyak generasi muda di negeriku yang terus berkarya dan tidak menyibukkan diri di permainan bisnis omong kosong itu.

Dan perjalanan itu pun berganti setelah kami menjalani ritual imigrasi di kedua negara. Aku terlelap di sepanjang perjalanan bersama bus super eksekutif itu. Tiba-tiba saja kami telah sampai di Berjaya Times Square di tengah malam. Nak kemana kita? Tentu saja ke Rumah Tumpangan lagi untuk merebahkan diri. Setelah kami melobi pemiliknya, khusus malam ini kami mendapatkan harga 40 MYR saja. Terima kasih Pak Cik.

bersambung ….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.