Marina Bay Sand atau Patung Singa?

Kata orang, belum ke Singapura namanya jika belum berfoto di depan patung singa yang airnya mancur atau replika bangunan kapal yang disangga oleh tiga gedung di bawahnya. Itulah kawasan yang sering disebut Marina Bay. Hanya itu tujuan kami setelah tadi pagi mengaji soal teh kepada Mr. Lee.

Ketidaktahuan kami soal alamat tepat patung singa mengantarkan kami pada perjalanan panjang berikutnya. Kami tersesat turun di stasiun Bay Front, tempat terdekat dengan Marina Bay Sand. Tapi itu adalah tempat terjauh dari patung singa. Tuing tuing tuing. Begitu kami keluar dari stasiun bawah tanah yang terhubung dengan mall raksasa itu akhirnya kami sadar bahwa kami di seberang jauh patung singa. Seharusnya kami turun di kawasan stasiun Raffles atau setelahnya.

Dengan jiwa muda yang kami miliki kami berjalan cepat menyisir danau buatan yang sebenarnya airnya sama sekali tidak ada daya tariknya. Dibandingkan dengan waduk Gajah Mungkur atau Kedung Ombo, kawasan danau buatan Marina Bay Sand jelas tidak ada apa-apanya. Masih bagus di Indonesia. Tetapi lagi-lagi arsitektur kota yang menjual dan icon patung singalah yang membuat kawasan itu lebih menarik ketimbang kedua waduk yang kusebutkan tadi. Belum lagi soal infrastrukturnya.

Tepian yang berkelok-kelok di kawasan Marina Bay Sand menjadikan jarak tempuh ke patung singa sangat panjang. Hampir 40 menit kami jalan kaki demi mencapai titik itu dan berfoto-foto dengan puas. Tapi sepuas-puasnya foto di sana, waktu kami tetap singkat, karena kami harus sampai di Liang Cour minimal 30 menit sebelum kami kembali ke Beach Road atau kami akan tertinggal bus. Segera setelah itu kami meluncur cepat lagi menuju stasiun Raffles. Sempat say hello dengan beberapa orang Indonesia yang juga ke sana. Kali ini kami tidak ingin konyol lagi dengan turun ke Orchad, kami akan turun di Clarke Quay, stasiun terdekat dari Liang Court. Alhamdulillah, kami sampai lebih awal dari deadline waktu yang kami tentukan.

Pelajaran berharganya adalah tolong buat perencanaan yang lebih baik dengan menyusun pertanyaan yang runtut agar kita mendapatkan informasi yang tepat. Bertanya tetapi salah konsep jelas akan menyesatkan kita. Dan waktu tempuh perjalanan kita semakin banyak.

Sesampai di Liang Court, kami mohon diri kepada Master Lee. Bukan master Lee jika tidak memberi kejutan kepada kami. Kami diminta membawa 3 bungkus teh yang seandainya dibeli nilainya lebih dari 250 SGD atau senilai 2,5 juta rupiah. Hah, dikasih cuma-cuma, dalam bahasa melayunya “diberi percuma“. Dan kami ditaksikan serta ditraktir minum sambil menunggu saat berangkatnya bus. Wah, terima kasih Mr. Lee atas jamuannya. Jika Anda nanti ke Indonesia, aku siap menemani master Indrawan untuk gantian menjamu Anda.

bersambung ….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.