Sang Surya di Keheningan Pagi Sungai Berau

Tidak seperti biasanya setelah melakukan rutinitas ibadah pagi kemudian tidur-tiduran menunggu hari terang, aku memutuskan untuk melakukan sesuatu yang spesial pagi ini. Melihat matahari terbit di atas permukaan air Sungai Berau. Tanpa pikir panjang, kupinjam motor Syuaib yang masih baru itu untuk menuju ke tepian. Langit timur belum terang, masih memerah dari kejauhan. Indahnya.

Sesampainya di sana, keadaan masih sepi. Baru ada satu dua warga yang tampak keluar rumah mengenakan seragam khas pekerja tambang. Itu pun pasti mereka yang memilih menggunakan motor sendiri. Pasalnya bus penjemput para pekerja sudah berangkat tepat sehabis kami pulang dari shalat subuh tadi pagi. Malasnya pagi di sini. Tapi itu malah baik buatku karena aku bisa bernarsis ria menggunakan kamera untuk menjepret diri sendiri dan indahnya pagi ini.

Menit demi menit berlalu, langit timur semakin terang. Warna merahnya semakin indah dan berubah menguning. Perlahan ada lingkaran dengan warna kuning telur muncul dari garis hijau seberang sungai. Pantulan sinarnya mulai tampak di permukaan sungai yang sesekali bergelombang setelah dilewati oleh speed boad atau ketingting yang lewat. Pagi ini cukup sepi karena tidak ada kapal tongkang besar yang mengangkut batu bara atau alat-alat berat yang digunakan di kawasan pertambangan. Aku cukup nyaman menikmati pagi ini sendirian di dermaga-dermaga kecil pinggiran sungai Berau yang deras ini.

Barulah saat matahari mulai terlihat, orang-orang pun membuka pintu rumahnya. Tampak anak kecil keluar membawa ember menuju tepian dermaga lainnya. Kemudian muncul juga orang usia paruh baya. Setelah melepas baju dan celana luarnya, dia menimba air sungai dan mandi. Oh, rupanya masyarakat pinggiran sungai mandinya langsung dari air sungai ini yang seperti kopi susu encer ini. Hanya menggunakan celana dalam saja, para lelaki tua maupun muda ini tampak nyaman mandi di pinggiran sungai ini. Aku hanya geleng-geleng kepala, pasalnya sesekali di sela dermaga itu berdiri juga empang yang digunakan untuk buang air besar.

Aku pun juga sempat begidig ketika awal-awal tinggal di tempat ini. Air yang kami gunakan untuk mandi berwarna kuning dan diambil dari anak sungai Berau. Maka tentu saja itu adalah air di mana kotoran hewan dan manusia pun telah tercampur di dalamnya. Beruntung sekarang sudah pindah di kawasan yang lebih dalam dengan air bekas sumur tambang. Meski tetap saja tidak sejernih air yang kupakai di Jawa, setidaknya air ini tidak memiliki cerita seram seperti air yang menyambutku pertama kali. Dari sini pun akhirnya aku tahu bahwa daerah ini belum ada instalasi pengolahan air bersih. Kabupaten yang sangat kaya ini mungkin masih sibuk dengan urusan bagi hasil tambang batu bara dari banyak perusahaan yang menancap di situ. Soal air untuk penduduk, mereka tentu bisa mengatasi sendiri atau tinggal ambil di sungai. Yah, di sini para penduduk lebih memilih kerupuk jadi ketimbang menggoreng sendiri, bagaimana akan membangun instalasi air bersih secara swadaya. Uang sih melimpah, tapi apa yang membuat mereka merasa harus membuat hal ini. Itu pekerjaan rumah yang harus dipecahkan untuk mengatasi virus kemalasan akut ini.

Singkatnya, pagi ini aku begitu bahagia setelah sekian hari berada di sini akhirnya aku dapat menikmati indahnya pagi di tepian sungai Berau. Tinggal satu tempat lagi yang setidaknya perlu disambangi meskipun hanya dari kejauhan, kepulauan Derawan. Karena kata orang sini, kalau ke Berau tetapi belum berkunjung setidaknya ke pantai Tanjung Batu, gerbang menuju kepulauan Derawan maka itu belum dikatakan ke Berau. Oh ya, baiklah Bapak-Bapak, kami agendakan juga ke sana sebelum kepulangan kami nanti ke tanah seberang.

Olah Raga yang Terlupakan

Siang hari setelah melakukan serangkaian aktivitas di sekolah sebelum kami berpamitan esok pagi, kami melakukan sparing di GOR kebanggaan kampung Samburakat ini. Sepertinya anak-anak mulai sadar bahwa kami akan segera pergi dan menghilang dari pandangan mereka untuk waktu yang lama atau mungkin untuk selamanya. Mereka pun terus mengunjungi kami dan mengajak kami bermain ini itu sampai akhirnya kami berkumpul di GOR tersebut untuk bermain bulu tangkis.

Bak bintang tamu, kami sempat main beberapa set. Selama aku di Solo mungkin baru dua – tiga kali aku bermain olah raga ini. Padahal ketika SD hingga SMP ini adalah olah raga favoritku mengingat aku adalah orang yang sangat payah untuk urusan olah raga permainan seperti sepak bola atau basket. Di sini aku malah sudah sering main dan mungkin permainan hari ini akan menjadi permainan terakhir kali kami di sini karena besok aku dan rekanku memutuskan untuk bermalam di Derawan.

bersambung …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.