Setelah menikmati karya hasil ekskursi Mentawai 2012 aku berjalan-jalan di depan perpus pusat UI. Keren bener dah, ada danaunya yang luas dan begitu rindang. Aku ditawari sebuah komunitas yang hobi menggambar, “Mas, sini ayo kita menggambar bersama kami!”. Kubalas tawaran hangat mereka dengan senyum, dan gelengan kepala. Mereka kemudian asyik melanjutkan aktivitas mereka. Aku pun duduk menikmati hijaunya dan asrinya kampus biru ini, kampus yang memang paling tua di Indonesia, kampus yang telah melahirkan orang-orang besar di negeri ini.

Di tengah kesendirian yang tenang itu, ibnu memanggilku untuk bergabung di forum temen-temen Bakti Nusa UI. Wah, ternyata luar biasa, tak akan kukatakan kebetulan, tetapi inilah takdir Allah untuk aku mendapatkan banyak hikmah dari rihlah hari ini. Tidak hanya kisah-kisah konyol tetapi juga inspirasi yang banyak dan berharga. Hari itu mereka ada agenda melakukan seleksi panitia Konferensi Internasional tentang Green Life Style, gerakan Bakti Nusa yang mereka ajukan. Di salah satu ruangan perpus yang bagiku sangat-sangat elit, hal yang menarik terjadi untuk kusimak dan kuabadikan.

Ada hal menarik yang selama ini tidak pernah kupikirkan bagaimana membuat sebuah seleksi itu disamping mendalam juga berkelas. Dan kejadian sore ini menjadi contoh nyata yang dapat kuambil pelajarannya. Yaitu seleksi dengan FGD, yah FGD sebenarnya juga sering dilakukan di kampusku, tetapi mengapa jarang terpikir bahwa ini juga menjadi mekanisme seleksi yang bagus untuk melihat talenta personal di awal. Dan aku mendapati hal ini dapat memacu mental adik-adikku nanti agar tidak minder ketika berbicara di depan umum, karena sejak awal mental dan pikiran mereka terus diasah.

Tidak tanggung-tanggung, FGD yang dilakukan sore ini adalah dengan menggunakan bahasa Inggris. Para peserta sangat aktif dan antusias, padahal mereka baru angkatan 2010 dan 2011, bahkan ada 2012. Pendaftarnya cukup banyak dan terbagi menjadi beberapa kelompok dan sesi. Temen-temen bakti nusa selaku penyeleksi aktif memantau para calon panitia dengan seksama. Mereka diberi sebuah isu yang harus didiskusikan bersama dan dites bagaimana membuat konsepan ideal kepanitiaan berdasarkan diskusi mereka. Di akhir sesinya mereka juga ditantang untuk membrandingkan diri mereka sebagai sebuah promosi dan sekaligus menguji kepercayaan diri untuk meyakinkan penyeleksi agar memilih mereka. Ini inspirasi bagus untuk diterapkan dalam seleksi anggota dan pengurus SIM ke depan. Tinggal konsep dan metodenya disesuaikan dengan kultur mahasiswa di kampusku.

Ketika waktu sudah semakin sore, aku berpamitan pulang, ternyata bang Bashori (Supervisor BA UI) justru mengajakku makan. Beliau membawaku ke masakan Padang sambil berdiskusi panjang seputar linguistik gara-gara tahu aku mau ke Jerman. Dan jadi ga enak waktu perkenalan di sesi diskusi aku ikut dikenalkan, disebut bintang tamu lagi, padahal tamu tak diundang yang malah jadi mengganggu. Terbukti aku merepotkan bang Bas untuk mengantarku dengan mobilnya ke jalur bus yang akan ke Terminal Lebak Bulus.

Dalam diskusi dari saat pengantaran hingga warung makan aku banyak dinasihati untuk mulai berpikir tentang “perkawaninan”. Ha ha ha, apa yang dikawinkan, yakni berbagai dasar ilmu yang menjadi kecenderunganku saat ini. Jangan sampai aku menjadi alumni perguruan tinggi yang hanya ngerti pada sesuatu yang linear. Tetapi pandai mengawinkan berbagai bidang ilmu yang dikuasai menjadi rumusan baru yang bermanfaat dan inovatif. Kata beliau, menjadi guru itu tidak harus kuliah, karena itu sebenarnya secara alami akan muncul seiring inspirasi dan keinginan untuk berbagai. Benar juga bang, pendidikan Indonesia hari ini telah terjebak pada sisi fomalitasnya sehingga mengabaikan sisi humanismenya.

Mendidik dan mengajar itu hakikatnya memberikan inspirasi. Yang terpenting dalam mengajari siswa itu adalah tidak berhenti pada sebuah pertemuan di kelas semata. Tetapi bagaimana siswa itu mengerti ia sedang belajar apa, memiliki motivasi untuk belajar dan akhirnya berpikir bagaimana ia berkarya. Mungkin di kelas hanya belajar dua jam saja, tapi inspirasi sang guru itu akan selalu terbawa seumur hidup. Itulah sebenarnya mendidik. Bukan sekedar menjalankan tugas apalagi memenuhi jam saja. Memalukan sekali jika ada guru hari ini yang lolos sertifikasi tetapi justru menjadi orang pertama yang paling malas dalam mendidik dan belajar untuk memperbaiki cara mendidiknya.

Akhirnya perjalanan yang penuh inspiratif hari ini berakhir dan aku menuju kontrakan sahabat sedusunku di kawasan depok yang dekat tangerang dengan rute bus Debora menuju terminal lebak Bulus dilanjutkan dengan angkot 106. Di perjalanan ini aku mendapat hikmah bagaimana kemacetan Jakarta itu salah satu pemicunya adalah gaya hidup baru orang-orang kaya yang memilih menggunakan mobil padahal untuk seorang saja. PR bagi Pak Jokowi adalah menyediakan sarana yang lebih nyaman dalam angkutan umum dan menindak tegas orang-orang sombong yang berparade sendirian di jalan raya dengan mobil mewahnya.

Basah dan bersimbah keringat. Meskipun malam habis hujan, namun suasana panas Jakarta tetap terasa, bahkan hingga pinggiran kota yang sebenarnya telah masuk provinsi Jawa Barat. Dan kisah hari ini selesai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.