Prolog

Sejak kemarin aku nekat berangkat ke Jakarta untuk mengurus visa perjalananku mewujudkan mimpi jalan-jalan ke Eropa. Meski uang saku ga punya, aha ada teman yang bisa dipinjemi buat beli tiket pergi-pulang. Setelah mengurus semua tiket dengan uang pinjeman itu, aku lega. Karena tiket sudah digenggaman. Trauma waktu kehabisan tiket di Pasar Senen setahun silam saat mengambil hadiah di BPPT membuatku harus lebih bagus dalam memanajemen perjalanan.

Agenda mengurus di Kedubes Jerman sih masih Kamis, tapi apakah tidak rugi ke Jakarta hanya sekadar ngurus visa. Ah, akhirnya aku berangkat selasa dengan harapan sampai di sana hari Rabu. Dan aku sudah membuat janji untuk bertemu dengan sohibku sesama ketua UKM Keilmiahan di Universitas Indonesia, Ibnu Budiman. Serangkaian perjalanan konyol terjadi. Bukan aku banget kalau tidak ada kekonyolan sepanjang perjalanan. Pertama, dari masa persiapan, aku membeli gembok kecil untuk menggembok bukaan tas yang khusus laptop. Sekilas seperti bandul, tapi kalo diperhatikan lucu dan sangat aneh.

Keanehan berikutnya, aku meminta kedua adikku di kos yang kebetulan ada dari 4 temanku yang sekos untuk mengantarku ke stasiun balapan. Alamak, ternyata keduanya tidak pada mau, dan kuketahui ketidak mauan mereka itu lantaran tidak bisa make motor. Aduh, tugas berikutnya besok aku harus ngajari dia naik sepeda motor deh. Untung sohib liqoQ sejak kecil mau mengantar (dan tahu nggak, dia yang kupinjemi uang loh). Bener-bener ga sopan, udah pinjem masih suruh nganterin lagi.

Kekonyolan berikutnya, aku lupa belum makan sore, dan aku lupa pesen makanan bungkus sebelum naik ke kereta. Aaaa, lapar, padahal kalau beli di kereta mahal. Jadinya aku dalam edisi menahan lapar malam itu dikereta sampai ketiduran. Alhamdulillah tengah malam ada penjual nasi ayam yang harganya hanya 6 ribu. Dengan penuh prasangka baik kubeli satu bungkus dan kumakan dengan lahap.

Akhirnya aku sampai di Jakarta saat subuh di stasiun favorit. Namanya Pasar Senen. Ga tahu hubungan antara namanya dengan stasiunnya.

Kekonyolan berikutnya gayanya sok cool waktu di tawari tukang ojek. Tapi sebenere juga ga jelas karena Ibnu belum membalas-balas SMS-ku. Jadinya muter-muter aja di sekitar stasiun. Setelah capek dan ingat kalau laper akhirnya singgahlah aku di warung soto lamongan. Hemm, sambil makan soto yang uenak sekali (sebenere karena lapar yang dominan saja sich) aku pamer-pamerin ke salah satu adikku yang gampang diginikan. Ha ha ha, dia terpancing juga. Jahat banget sih aku. Tapi ga pa pa, biar dia nanti suatu saat lebih hebat dari pada aku.

Tak berhenti sampai situ, karena tidak kunjung dapat balasan. Akhirnya aku nekat berangkat ke UI. Setelah pesan KRL aku berlari-lari karena tinggal hitungan detik saja untuk KRL pertama. Ah, ternyata tertinggal. Sebenarnya kisah tertinggalku di kereta itu sangat memalukan. Jadi ga kuceritakan. Untuk kereta kedua, aku sudah mengerti dan tidak ketinggalan lagi. Dan untuk kisah selanjutnya berlanjut setelah ini ……………..bersambung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.